Sabtu, 11 September 2010

Perangkap Monyet

Perangkap Monyet

Sahabat, saya pernah membaca suatu hal yang menarik tentang perangkap.

Suatu sistem yang unik, telah dipakai di hutan-hutan Afrika untuk menangkap monyet yang ada disana.

Sistem itu memungkinkan untuk menangkap monyet dalam keadaan hidup, tak cedera, agar bisa dijadikan hewan percobaan atau binatang sirkus di Amerika.

Caranya sangat manusiawi (*umm…atau mungkin hewani kali ye..hehehe*).

Sang pemburu monyet, akan menggunakan sebuah toples berleher panjang dan sempit, dan menanamnya di tanah.

Toples kaca yang berat itu berisi kacang, ditambah dengan aroma yang kuat dari bahan-bahan yang disukai monyet-monyet Afrika. Mereka meletakkannya di sore hari, dan mengikat/menanam toples itu erat-erat ke dalam tanah. Keesokan harinya, mereka akan menemukan beberapa monyet yang terperangkap, dengan tangan yang terjulur, dalam setiap botol yang dijadikan jebakan.

Tentu, kita tahu mengapa ini terjadi.

Monyet-monyet itu tak melepaskan tangannya sebelum mendapatkan kacang-kacang yang menjadi jebakan.

Mereka tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples, lalu mengamati, menjulurkan tangan, dan terjebak.

Monyet itu, tak akan dapat terlepas dari toples, sebelum ia melepaskan kacang yang di gengamnya.

Selama ia tetap mempertahankan kacang-kacang itu, selama itu pula ia terjebak.

Toples itu terlalu berat untuk diangkat, sebab tertanam di tanah.

Monyet tak akan dapat pergi kemana-mana.

Sahabat, kita mungkin tertawa dengan tingkah monyet itu.

Kita bisa jadi terbahak saat melihat kebodohan monyet yang terperangkap dalam toples.

Tapi, mungkin, sesungguhnya, kita sedang menertawakan diri kita sendiri.

Betapa sering, kita mengengam setiap permasalahan yang kita miliki, layaknya monyet yang mengenggam kacang.

Kita sering mendendam, tak mudah memberikan maaf, tak mudah melepaskan maaf, memendam setiap amarah dalam dada, seakan tak mau melepaskan selamanya.

Seringkali, kita, yang bodoh ini, membawa “toples-toples” itu kemana pun kita pergi.

Dengan beban yang berat, kita berusaha untuk terus berjalan.

Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap dengan persoalan pribadi yang kita alami.

Sahabat, bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lalu, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah lebih menyenangkan, untuk memberikan maaf bagi setiap orang yang pernah berbuat salah kepada kita? Karena, kita pun bisa jadi juga bisa berbuat kesalahan yang sama. Bukankah lebih terasa nyaman, saat kita membagikan setiap masalah kepada orang lain, kepada sahabat, agar di cari penyelesaiannya, daripada terus dipendam?

24 tips Menghadapi hidup

senyum-warna - moreartikel

1. Jangan tertarik kepada seseorang karena parasnya, sebab keelokan paras dapat menyesatkan. Jangan pula tertarik kepada kekayaannya, karena kekayaan dapat musnah. Tertariklah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum, karena hanya senyum yang dapat membuat hari-hari yang gelap menjadi cerah. Semoga kamu menemukan orang seperti itu.


2. Ada saat-saat dalam hidup ketika kamu sangat merindukan seseorang sehingga ingin hati menjemputnya dari alam mimpi dan memeluknya dalam alam nyata. Semoga kamu memimpikan orang seperti itu.


3. Bermimpilah tentang apa yang ingin kamu impikan, pergilah ke tempat kamu ingin pergi, jadilah seperti yang kamu inginkan,karena kamu hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan untuk melakukan hal-hal yang ingin kamu lakukan.


4. Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan yang cukup untuk membuatmu baik hati, cobaan yang cukup untuk membuatmu kuat, kesedihan yang cukup untuk membuatmu manusiawi, pengharapan yang cukup untuk membuatmu bahagia dan uang yang cukup untuk membeli hadiah-hadiah.


5. Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain dibukakan. Tetapi acapkali kita terpaku terlalu lama pada pintu yang tertutup sehingga tidak melihat pintu lain yang dibukakan bagi kita.


6. Sahabat terbaik adalah dia yang dapat duduk berayun-ayun di beranda bersamamu, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan kemudian kamu meninggalkannya dengan perasaan telah bercakap-cakap lama dengannya.


7. Sungguh benar bahwa kita tidak tahu apa yang kita milik sampai kita kehilangannya, tetapi sungguh benar pula bahwa kita tidak tahu apa yang belum pernah kita miliki sampai kita mendapatkannya.


8. Pandanglah segala sesuatu dari kacamata orang lain. Apabila hal itu menyakitkan hatimu, sangat mungkin hal itu menyakitkan hati orang itupula.


9. Kata-kata yang diucapkan sembarangan dapat menyulut perselisihan. Kata-kata yang kejam dapat menghancurkan suatu kehidupan. Kata-kata yang diucapkan pada tempatnya dapat meredakan ketegangan. Kata-kata yang penuh cinta dapat menyembuhkan dan memberkahi.


10. Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cinta menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan.Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dia.


11. Orang-orang yang paling berbahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya.


12. Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dengan beberapa orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas karunia itu.


13. Hanya diperlukan waktu semenit untuk menaksir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan sehari untuk mencintai seseorang tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.


14. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir dalam hidup mereka.


15. Cinta adalah jika kamu kehilangan rasa, gairah, romantika da masih tetap peduli padanya.


16. Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu dan mendapati pada akhirnya bahwa tidak demikian adanya dan kamu harus melepaskannya.


17. Cinta dimulai dengan sebuah senyuman, bertumbuh dengan sebuah ciuman dan berakhir dengan tetesan air mata.


18. Cinta datang kepada mereka yang masih berharap sekalipun pernah dikecewakan, kepada mereka yang masih percaya sekalipun pernah dikhianati, kepada mereka yang masih mencintai sekalipun pernah disakiti hatinya.


19. Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu,tetapi yang lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan tidak pernah memiliki keberanian untuk mengutarakan cintamu kepadanya.


20. Masa depan yang cerah selalu tergantung kepada masa lalu yang dilupakan, kamu tidak dapat hidup terus dengan baik jika kamu tidak melupakan kegagalan dan sakit hati di masa lalu.


21. Jangan pernah mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba, jangan pernah menyerah jika kamu masih merasa sanggup jangan pernah mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.


22. Memberikan seluruh cintamu kepada seseorang bukanlah jaminan dia akan membalas cintamu! Jangan mengharapkan balasan cinta, tunggulah sampai cinta berkembang di hatinya, tetapi jika tidak, berbahagialah karena cinta tumbuh dihatimu.


23. Ada hal-hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu harapkan untuk mengatakannya. Namun demikian janganlah menulikan telinga untuk mendengar dari orang yang mengatakannya dengan sepenuh hati.


24. Waktu kamu lahir, kamu menangis dan orang-orang disekelilingmu tersenyum - jalanilah hidupmu sehingga pada waktu kamu meninggal,

kamu tersenyum dan orang-orang disekelilingmu menangis.

Sumber : tangkaiputih.blogspot.com

Kebajikan Bagaikan Sebatang Pohon

Pohon Kebajikan

Di desa saya, di dataran Liaodong Tiongkok ada sebuah kisah turun temurun yang sangat menyentuh hati. Alkisah, pada pinggiran desa terdapat sebuah gubuk tua dan reot, yang ditinggali oleh seorang ibu berusia paruh baya.


Penduduk sekitar hanya tahu ibu itu bermarga Zhang dan tidak ada seorang pun yang tahu nama sebenarnya. Ibu itu mengandalkan hidupnya dengan mengumpulkan barang-barang bekas.


Suatu ketika, pada masa terjadi tiga tahun bencana alam, saat ibu tua itu sedang mengumpulkan barang-barang bekas di dekat sebuah rumah sakit, ia mendengar suara tangisan bayi yang terbuang.


Bayi itu lalu digendong dan dibawa pulang ke gubuk tuanya. Selama tiga tahun bencana alam itu, ada empat bayi buangan yang ditemukannya.


Demi menghidupi ke empat bayi tersebut, si ibu tua itu terpaksa mengais sisa-sisa makanan di tong-tong sampah, dan mencari yang masih bisa dimakan. Setelah menemukannya, ibu tua itu akan memamahnya sampai lembut dulu baru disuapkan kepada bayi-bayi tersebut.


Orang tua para bayi itu, ada yang merasa tidak sanggup untuk membesarkannya, ada pula yang lahir di luar nikah, meskipun demikian mereka tidak seharusnya terlahir sebagai anak yang terbuang. Sebenarnya ibu tua itu sendiri pun hidupnya sudah sangat sengsara, akan tetapi anehnya, dengan kemukjizatan, dia telah dapat membesarkan ke empat bayi tersebut.


Dua puluh tahun kemudian, tiga anaknya telah lulus ujian dan masuk Universitas. Sedangkan satunya lagi masuk sekolah angkatan dan menjadi perwira. Ke empat anak tersebut akhirnya menetap, berkeluarga dan bekerja di kota.


Kemudian anak-anaknya membawa ibu tua itu untuk pindah ke kota, dan mereka saling berebut ingin merawat ibu tua itu. Setelah ibu tua itu meninggal, rumah gubuknya yang tua dan reot itu meskipun kalau di dorong dengan satu tangan saja sudah roboh, akan tetapi bagi penduduk sekitar sana, rumah itu memiliki arti tertentu.


Penduduk setempat memagari rumah tua itu dengan menggunakan bambu, dan membangun sebuah pintu besar di mana di atas pintu itu tergantung sebuah papan bertuliskan “Pondok Kebajikan”, sedang di halaman depan rumah itu ditanam sejumlah pohon, orang orang menyebutnya sebagai “Pohon Kebajikan”.


Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, Prinsip “keuntungan adalah di atas segalanya” telah menjadi motto dari kebanyakan masyarakat. Nilai-nilai kebajikan sedikit demi sedikit terkikis, hilang terbuang. Di dalam pergaulan antar manusia adanya rasa kecurigaan semakin meningkat, sedang kebajikan menjadi semakin berkurang.


Cerita di atas telah menggambarkan seorang ibu tua yang namanya saja tidak di kenal orang, dan dalam mengatasi kehidupannya sendiri pun sangat sulit, tetapi dari hasil dengan mengumpulkan barang-barang bekas telah membesarkan ke empat anaknya yang berbakat baik. Si ibu tua ini dengan penuh belas kasih telah memelihara sifat murni manusia.


Mengenai hal terkikisnya kebajikan, ini merupakan suatu hal yang tidak baik yang terjadi selama proses perkembangan masyarakat. Kebajikan adalah prinsip yang tidak membawa kepentingan apapun. Ini merupakan sifat dasar manusia, adalah betul-betul lurus dan murni.


Ada pepatah yang menyebutkan “Kebaikan budi bagai setetes air yang akan dibalas dengan sumber air”. Kebajikan akan mendapat balasan kebajikan pula, ibu tua di pedesaan itu adalah sebuah contoh yang kongkrit.
Kebajikan bagaikan sebatang pohon; sebatang pohon yang hijau nan abadi.

Source : ikutangabung.com

Sabtu, 21 Agustus 2010

Pengertian dan Simpati Mendalam

taksi

Adik saya adalah seorang pelukis muda. Dia tinggal di pulau Majorca di Spanyol. Ada pengalaman yang menyentuh hatinya. Belajar bersimpati dan menaruh pengertian terhadap orang lain.

Peristiwanya terjadi pada saat ibu saya akan pulang ke Jepang setelah dia pergi ke Spanyol menjenguk adik saya.

Pagi-pagi, ibu dan adik saya dengan nafas yang terengah-engah menurunkan dua kopor besar dari tingkat empat bangunan apartemen kuno yang memiliki sejarah 200 tahun itu.

Mereka lalu meletakkan tas perjalanan itu di pinggir jalan yang boleh dikata hampir tidak ada orang yang lewat. Sambil menunggu taksi mereka duduk diatas tas perjalanan itu.

Pulau Majorca bukan sebuah kota besar, tidak ada taksi yang sering berlalu lalang. Tentunya juga tidak bisa memesannya melalui telepon, hanya bisa menunggu di pinggir jalan, dan tidak ada siapapun yang tahu kapan taksi itu akan lewat.

Karena adik saya sudah tinggal di pulau ini selama tiga tahun, maka dia sangat paham akan keadaan tersebut. Dia nampak sangat tenang dan santai. Kehidupan di pulau ini berbeda sekali dengan kehidupan di Tokyo yang ritmenya cepat.

Kira-kira setelah lewat 20 menit, dari arah jalan yang berlawanan datang sebuah taksi. Adik saya segera berdiri serta melambaikan tangan memanggilnya. Namun begitu mengetahui di dalam taksi sedang duduk seorang penumpang dia menurunkan tangannya. Taksi itu pun melaju pergi melintas di depan mereka.

Namun setelah berjalan kira-kira 30 meter dari tempat mereka berada, taksi itu berhenti dan penumpang yang berada dalam taksi pun turun.

“Oh, betapa beruntungnya kami, penumpang taksi itu turun disini,” gumam adik saya.

Yang turun dari dalam taksi adalah seorang lelaki yang meskipun sudah berumur tapi masih nampak penuh dengan gairah hidup.

Adik saya ini rupanya merasa sangat senang dengan kejadian yang dianggapnya suatu keberuntungan. Tanpa menoleh lagi pada bapak tua itu, dia dengan sangat cepat lalu memasukkan tas perjalanannya ke dalam bagasi belakang mobil.

Setelah masuk dan duduk di dalam mobil, ia memberitahukan sopir taksi.

“Ke airport. Kami sungguh beruntung, terima kasih kepada Anda,”kata kami kepada sopir taxi itu.

Sopir taksi itu mengangkat bahunya dan berkata, “Kalau hendak berterima kasih, kalian berterima kasihlah kepada bapak tua itu, dia sengaja turun dari taksi lebih awal demi kalian.”

Ibu dan adik saya tidak mengerti apa maksud ucapan sopir taksi itu. Sopir itu menjelaskan sekali lagi kepada kami.

“Lelaki tua itu sebenarnya ingin pergi ke suatu tempat yang lebih jauh, tetapi setelah dia melihat kalian berdua dia berkata, “Saya turun di sini saja, biarkan dua orang penumpang itu naik taksi. Pagi-pagi begini sudah menunggu dipinggir jalan sambil membawa tas perjalanan, mereka pasti akan pergi ke airport. Jika demikian waktu yang mereka miliki pasti terbatas. Saya sendiri toh tidak punya urusan yang mendesak, biarlah saya turun di sini saja untuk menunggu kedatangan taksi yang berikutnya.” Maka dari itu jika kalian ingin berterima kasih, berterima kasihlah kepada lelaki tua itu,” tutur sopir itu.

Mendengar perkataan ini adik saya sangat terkejut, dia lalu dengan tulus meminta bapak sopir memutarkan taksi kembali untuk menemui bapak tua itu.

Ketika taksi lewat di samping lelaki tua itu, dari dalam jendela taksi adik saya berteriak menyatakan terima kasihnya kepada lelaki tua yang sedang berdiri di pinggir jalan dengan santai. Seraya tersenyum lelaki tua itu berkata, ”Selamat jalan, semoga kalian bergembira dalam perjalanan.”

Kemudian, di dalam surat yang dikirimkan kepada saya, adik saya menuliskan perasaannya.

“Selama ini sikap saya dalam hal memahami dan bersimpati kepada orang lain ternyata tarafnya masih sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan lelaki tua itu. Walaupun saya bisa bersikap penuh pengertian dan simpati terhadap orang lain, biasanya dalam hati kecil saya juga akan timbul rasa berbangga diri dan berpikir; bisa melakukan sampai taraf ini sudah lumayan, sudah bisa bersikap baik terhadap diri sendiri juga terhadap orang lain….. dengan demikian telah membatasi diri sendiri akan makna sesungguhnya dari “penuh pengertian dan simpati terhadap orang lain. Saya merasa sangat malu terhadap diri sendiri."

Adik saya melanjutkan tulisannnya.

"Saat ini saya benar-benar sangat ingin dapat menjadi seperti lelaki tua itu, menjadi orang yang dalam ketidak sengajaan pun bisa menampakkan sikap “penuh pengertian dan simpati” yang sangat mendalam terhadap orang lain. Suatu sikap yang bukan dibuat-buat, tetapi yang benar-benar tulus terpancar dari hati yang paling dalam." (Erabaru/hui)

Mimpi Siang Bolong

melamun

Di sebuah kota besar ada seseorang yang sangat miskin. Setiap hari hidupnya dilalui dengan memikirkan setelah makan siang apakah dapat makan malam lagi?

Walau begitu dia tidak berusaha mencari pekerjaan, setiap hari di lalui dengan berangan-angan dan bermimpi di siang bolong.

Pada suatu hari, ketika dia pergi keluar rumah, di semak-semak rumput dia menemukan sebutir telur ayam. Dia sangat gembira, lalu berlari pulang ke rumah.

Sebelum membuka pintu rumah dia sudah  berteriak.

”Saya sudah memiliki harta! Saya sudah memiliki harta!”

Isterinya kelua rumah dan bertanya padanya.

”Dimana hartamu?”

Dengan hati-hati dia mengeluarkan telur ayam lalu diperlihatkan  kepada isterinya. 

”Nah, inilah hartanya, tetapi harus ditunggu sepuluh tahun lagi harta itu baru kelihatan.”

Akhirnya dia berunding dengan isterinya.

”Saya membawa telur ayam ini ke tempat tetangga, meminjam induk ayamnya untuk mengeram telur ini. Setelah telur menetas, Saya akan memilih beberapa ekor ayam betina untuk dijadikan induk. Setelah ayam betina besar bisa bertelur, 1 bulan bisa menetaskan 15 ekor ayam, 2 tahun kemudian ayam bertelur, telur menjadi ayam, dengan demikian akan menghasilkan 300 ekor ayam."

"300 ekor ayam akan diganti dengan emas 10 tail, dengan 10 tail emas ini saya membeli  5 ekor sapi betina, sapi betina beranak sapi betina, dengan demikian dalam 3 tahun akan menghasilkan 25 ekor sapi betina. Sapi betina melahirkan sapi kecil betina, sapi kecil betina setelah besar melahirkan sapi betina, 3 tahun kemudian akan menghasilkan 150 ekor sapi."

"Dengan demikian dapat ditukar menjadi 300 tail emas,  300 tail emas akan dipinjamkan kepada orang, maka akan mendapat bunga tinggi, dalam 3 tahun akan menjadi 500 tail emas. Dengan 500 tail emas ini, bisa dipergunakan ¾ untuk membeli sawah, tanah dan rumah, ¼ untuk membeli budak dan memelihara isteri muda, dengan demikian kita dapat melewati hari tua kita dengan gembira dan bahagia."

"Ini adalah sebuah hal yang sangat menyenangkan, bukankah begitu?" katanya kepada isterinya.

Isterinya pada awalnya mendengar angan-angannya dengan riang gembira. Namun, mendengar perkataan suaminya yang akan memelihara isteri muda, dia sangat marah dan berteriak.

”Apa? Engkau sungguh berani memelihara isteri muda.”

Dengan marah dia merebut telur di tangan suaminya dan membanting hancur telur tersebut.

"Baiklah, jika memang demikian lebih bagus jangan meninggalkan sumber malapetaka!” teriak isterinya itu.

Sang Suami yang sadar telur dan impiannya hancur jadi sangat marah. Dia mengambil cambuk dan mencambuk isterinya sampai babak belur.

Setelah mencambuki sang Istri, emosinya masih belum reda, dia pergi ke kantor polisi melaporkan isterinya,

”Perempuan kejam ini, menghabiskan harta benda saya tidak disisakan sepeser pun. Saya harap bapak polisi dapat menghukum perempuan yang kejam ini dengan hukuman mati,” katanya.

Polisi bertanya kepada sang suami dengan heran.

”Hartamu dimana? Bagaimana caranya dia menghancurkan hartamu?”

Lalu pria ini menceritakan kepada polisi bagaimana dia menemukan sebutir telur sampai bagaimana dia akan memelihara isteri muda. Dengan panjang lebar diceritakan kepada polisi.

Setelah polisi berpikir sebentar, lalu memerintahkan anak buahnya untuk pergi kerumah pria ini menangkap isterinya.

Setelah isterinya tiba, polisi ini berkata,

"Harta yang demikian besar, dengan sekali membanting dihancurkan oleh perempuan kejam ini, jika tidak menghukum mati perempuan keji ini apakah adil?”

Polisi itu lalu memerintahkan anak buahnya membawa perempuan ini untuk dihukum mati. Mendengar perkataan polisi sang istri sangat terkejut sampai wajahnya menjadi pucat pasi lalu menangis. 

”Pak polisi, engkau harus mendengar penjelasan saya, tolong bantu saya, saya difitnah!" Rintihnya. 

“Baiklah, bagaimana engkau di fitnah!” Sahut Polisi itu.

“Semua perkataan suami saya belum menjadi kenyataan, kenapa menghukum saya?” Tutur sang Istri.

“Suamimu  berkata memelihara isteri muda juga belum menjadi kenyataan, kenapa engkau menjadi cemburu?” Kata Polisi itu.

”Memang belum menjadi kenyataan, tetapi harus dari awal memusnahkan sumber malapetaka!” Jawab sang Isteri.

Setelah mendengar perkataan perempuan itu, Polisi dengan tersenyum mengangguk-angguk  lalu melepaskan perempuan ini.

Semua bukan kenyataan hanya angan-angan saja. Suami dengan serius menganggapnya bisa menjadi kenyataan, sedangkan isterinya karena hal yang tidak menjadi kenyataan menjadi emosi besar.

Sepasang suami ini sungguh sangat bodoh dan sangat menggelikan. Kita sebagai manusia harus rajin bekerja dan mencari nafkah dengan halal. Jangan seperti suami isteri ini hanya tahu berangan-angan dan bermimpi di siang bolong yang akhirnya menghancurkan diri sendiri. (Erabaru/hui)