Selasa, 14 Desember 2010

Ikan Kecil Dan Air

ikan-kecil

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, "Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini,  tanpa air kita semua akan mati."

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, "Hai, tahukah kamu dimana air? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati."

Ternyata semua ikan tidak mengetahui di mana air itu. Si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, "Di manakah air?"

Jawab ikan sepuh,  'Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati."

* * *

Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari ke sana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.

Minggu, 05 Desember 2010

Bukan Demi Marah Menjadi Manusia

anggrek

Ada seorang biarawan yang sangat menyukai bunga anggrek. Biasanya, selain memberi ceramah waktu yang tersisa dipergunakannya untuk mengurus bunga-bunga anggrek yang ditanam di taman biara.

Pada suatu hari ketika hendak pergi berkelana, dia berpesan kepada muridnya, harus hati-hati merawat pohon bunga anggreknya.

Selama kepergiannya, muridnya dengan teliti memelihara pohon bunga-bunga anggrek tersebut. Namun, pada suatu hari ketika sedang menyiram pohon bunga anggrek tersebut tanpa sengaja menyenggol rak-rak pohon tersebut sehingga semua pohon anggrek berjatuhan dan pot anggrek tersebut pecah berantakan dan pohon anggrek berserakan.

Muridnya sangat ketakutan, bermaksud menunggu gurunya pulang dan meminta maaf sambil menunggu hukuman yang akan mereka terima.

Setelah biarawan pulang mendengar kabar itu, lalu memanggil para muridnya, dia tidak marah kepada muridnya, bahkan berkata, “Saya menanam bunga anggrek, alasan pertama adalah untuk dipersembahkan di altar Budha, dan yang kedua adalah untuk memperindah lingkungan di biara ini, bukan demi untuk marah saya menanam pohon anggrek ini.”

Perkataan biarawan sungguh benar, “Bukan demi untuk marah menanam pohon anggrek.”

Dia bisa demikian toleran, karena walaupun menyukai bunga anggrek, tetapi di hatinya tidak ada rasa keterikatan akan bunga anggrek, oleh sebab itu ketika dia kehilangan bunga-bunga anggrek tersebut, tidak menimbulkan kemarahan di dalam hatinya.

Sedangkan kita di dalam kehidupan kita sehari-hari,  hal yang kita khawatirkan terlalu banyak, kita terlalu peduli kepada kehilangan dan memperoleh, sehingga menyebabkan keadaan emosi kita tidak stabil, kita merasa tidak bahagia.

Maka seandainya kita sedang marah, kita bisa berpikir sejenak,

“Bukan demi marah saya bekerja.”

“Bukan demi marah saya mengajar.”

“Bukan demi marah menjadi sahabat.”

“Bukan demi marah menjadi suami istri.”

“Bukan demi marah melahirkan dan mendidik anak.”

Maka kita bisa mencairkan rasa marah dan kesusahan yang ada di dalam hati kita dan berubah menjadi damai.

Oleh sebab itu setelah membaca artikel ini, ketika engkau hendak bertengkar dengan sahabat, dengan orang rumah atau keluarga, engkau harus ingat perjumpaan kalian, bukan demi untuk rasa marah. (Erabaru/hui)

Senin, 29 November 2010

Lebih Berharga dari Batu Permata

perhatian

Ada seorang wisatawan sedang berwisata di sebuah hutan. Pada suatu hari, ketiga dia berada di pinggir sungai ia menemukan sebutir batu permata. Wisatawan ini lalu memungut batu permata ini dan memasukkannya kedalam ranselnya.

Keesokan harinya, dia bertemu dengan seorang pejalan kaki yang dalam keadaan sedih dan kuyu. Pejalan kaki ini bercerita kepada wisatawan ini bahwa dirinya adalah seorang pedagang, tetapi beberapa waktu yang lalu telah bangkrut, kehidupan pribadinya juga mengalami masalah. Kali ini dia keluar berwisata adalah untuk memperbaiki suasana hatinya, tidak disangka dia tersesat dalam hutan ini, semua perbekalan yang dibawa telah dimakan habis, sekarang dia sangat kelaparan dan kehausan. Mendengar ceritanya wisatawan ini tanpa sangsi mengeluarkan perbekalan yang tersisa sedikit membagi makan dengan pejalan kaki ini.

Ketika wisatawan ini membuka tas ranselnya, pejalan kaki ini melihat batu permata yang terdapat dalam ranselnya, lalu berkata, dirinya sekarang sangat mengharapkan akan mendapat bantuan modal supaya dapat memulai bisnis lagi. Wisatawan ini mengeluarkan batu permatanya tanpa sangsi menyerahkan kepada pejalan kaki ini.

Pejalan kaki ini sangat gembira, setelah wisatawan ini meninggalkannya, dia memeriksa batu permata ini. Ini ada sebutir batu permata yang sangat berharga, jika dijual, akan cukup membiaya sisa hidupnya. Pedagang ini dengan gembira merayakan keberuntungan nasibnya, tetapi hatinya merasa tidak enak, kenapa wisatawan ini terhadap permata yang demikian berharga sedikitpun tidak pelit.

Beberapa hari kemudian, kedua orang ini bertemu lagi, begitu bertemu, pedagang ini mengembalikan permata berharga ini kepada wisatawan ini. Dia berkata kepada wisatawan ini, “Setelah engkau meninggalkan saya, saya berpikir sampai lama, didalam diri kamu ini ada barang apakah sehingga  bisa dengan tidak pelit menyerahkan kepada saya batu permata yang berharga ini? Saya berpikir, barang ini pasti lebih berharga dari batu permata, dia mungkin lebih perlu dimiliki oleh saya.” (Erabaru/hui)

Jumat, 26 November 2010

TRUE STORY-CERMIN NURANI

a-true-love-story 

Ini adalah TRUE STORY yang aku alami di tempat kerjaku,gw bekerja sebagai mandor produksi disebuah perusahaan swasta. cerita ini bukan untuk mengurui anda para pembaca, tapi aku ingin kita sama2 mengambil hikmahnya dan men-SYUKURI semua yang kita punyai sekarang, baik itu apa yang kita makan, kita pakai ataupun yang kita punyai...

Apa yang aku alami ini terjadi udah 3 tahun yg lalu, aku menuliskan kisah ini karena ada teman aku yang menyarankannya. Katanya ini bisa menjadi pelajaran bagi kita yang telah lupa akan sesama dan terbuai oleh hal-hal bersifat materi lainnya. Aku tidak bisa menyebut namanya karena untuk menjaga privasi dia ya.

Waktu itu aku lagi beres-beres dikantor, jam dinding menunjukkan jam 16.00an. Seperti para karyawan biasanya lagi tunggu jam pulang. Kebetulan waktu itu ada seorang seniorku datang, seniorku ini seorang pria yang luar biasa, diusianya yang masih muda (sekitar 30an) sudah menjadi senior mandor disebuah perusahaan swasta. Saking asyik ngobrol dengar ceritanya, aku mendengar ada suara yang memanggil dari luar kantor. suara orang wanita. Waktu itu hujan lebat, aku kira salah dengar. Tapi aku penasaran lalu aku keluar untuk melihat siapa gerangan yang memanggil itu. Waktu itu kulihat seorang wanita muda dengan 3 anakya, yang satu masih dalam gendongan.

Awalnya aku kira itu hanyalah pengemis yang datang meminta-minta (inilah sifat buruk aku sebagai manusia, menilai tanpa mengetahui) . Sikap yang aku perlihatkan pun kurang bersahabat. Aku bertanya, “ada yang bisa aku bantu mbak?”. Mbak ini datang hanya bermodalkan payung, teduh bersama anak2nya. Lalu mbak ini bertanya padaku, “bolehkah aku meminjam 300 ribu?, aku ingin membelikan anak2 ku makan dan susu untuk bayiku. Aku janji akan mengembalikannya dalam 3 hari. Suamiku sekarang lagi bekerja ke Jakarta dan dalam 3 hari ini akan mengirim pulang”.

Apa reaksiku? Ya, sudah bisa ditebak. Bagaimana mungkin aku bisa percaya bukan? Aku mencoba tenang dan bertanya, “kok mbak perlu sebegitu banyak uang? Kenapa mbak tidak pinjam ama keluarga mbak atau saudara suami mbak?”. Waktu kutanya itu mbak ini matanya berkaca-kaca, lalu dia bercerita bahwa dia justru diusir oleh keluarga suaminya. Mereka mengatakan bahwa dia istri tidak berguna, dan caci maki yang tidak pantas kutulis disini. Suaminya karena tidak tahan hinaan dari saudaranya terpaksa pergi bekerja di Jakarta untuk menafkahi istri dan anak2nya.

Karena diusir dari rumah, mbak ini mencari kontrakan di dekat jalan narogong,gang bojong menteng, dan dari ceritanya uangnya diambil oleh pemilik kost semua karena tidak percaya dia wanita baik2, dengan alasan takut dia melarikan diri. Mendengar ceritanya jujur aja aku tersentuh, yang membuat aku lebih sakit adalah ternyata anaknya dalam gendongan itu tertidur seperti sakit, ke dua anaknya yang lain basah2 kena hujan, yang lebih miris lagi satu kantong air dibagi minum bertiga.

Mendengar ceritanya aku masih ragu tapi udah percaya 70%, aku pun mencoba membantu seadanya. Waktu itu aku memberikan mbak ini 50 ribu untuk membantu seadanya. Aku bilang uang ini untuk membeli makan buat anak2nya dulu dan tidak usah dikembalikan. Waktu itu aku ingin pinjamkan jas ujan, tapi entah kenapa aku gak bisa ngomong.

Tahu gak apa reaksi mbak itu? Tanpa mengambil uang yang kusodorkan mbak itu memandangku dengan tatapan yang benar2 mengiris hati dan membuat aku sadar apa itu artinya saling mengasihi sesama. Mbak itu berkata, “aku datang bukan untuk meminta sama ako (abang), aku bukan pengemis ko, aku hanya seorang wanita yang meminjam untuk makan anak2ku...pinjaman itu akan aku kembalikan dalam 3 hari”.

“aku tahu ako pasti tidak percaya dengan aku, tapi aku tidak sakit hati karena dengan penampilan begini siapa yang akan percaya? Tapi aku akan bawa ako ke tempat kostku, setelah suamiku pulang aku akan mengembalikan uang itu”, kata mbak ini penuh kelembutan tanpa ada rasa benci sedikitpun.

Mendengar hal itu aku benar2 gak enak, aku jelaskan bahwa itu aku lakukan bukan karena kasihan atau apapun, aku benar2 ingin membantunya. Mbak ini kemudian tersenyum kepadaku dan berkata, “Jika niat ako tulus maka uang inipun aku anggap sebagai pinjaman,”. Mendengar hal itu aku paksa bahwa itu tulus dan tidak perlu dikembalikan.

Hujan waktu itu masih tetap deras, mbak inipun berkata padaku, “apakah disekitar sini masih ada orang yang bisa membantu aku seperti ako?”. Aku bilang masih banyak orang baik kok, mungkin mbak bisa mencobanya. Mendengar hal itu mbak ini tersenyum padaku dan berkata, “terima kasih banyak ko, mungkin aku tidak bisa membalas apa yang ako berikan padaku, tapi Tuhan itu maha tahu, semoga dia akan membalasnya pada ako”.

Setelah itu mbak ini pergi bersama ke 3 anaknya. Dalam teduhan sebuah payung kecil mereka berjalan keluar dari pagar kantor. Aku terpaku mematung melihatnya sekitar 10 menit lebih. Setelah mereka berlalu jauh, timbul penyesalan yang amat sangat dalam hatiku. Sebenarnya waktu itu aku bisa memberikan lebih dari yang dia minta, tapi karena mata hati aku telah tertutup oleh hal-hal duniawi aku menjadi buta.

Aku menuliskan cerita ini bukan untuk mendapatkan pujian ataupun lainnya, aku mungkin bodoh, tapi karena kejadian itu aku jadi benar-benar bersyukur apa yang kumiliki sekarang. Saat aku masih bisa makan enak , mbak ini membuang harga dirinya meminjam untuk makan anak2nya. Saat aku berpakaian rapi mbak ini memakai seadanya untuk melindungi tubuhnya tetap hangat. Saat aku mengeluh betapa panasnya AC tidak maksimal , mbak ini berjuang melawan dinginnya hujan. Saat aku mengeluh mengapa penghasilanku pas2an, mbak ini bahkan rela dipandang rendah demi mencari segenggam uang demi kelangsungan hidup anak2nya.

Tau gak apa yang paling kusesali? Aku menolong tidak sepenuh hati. Anggaplah memang mbak ini memang seorang penggemis, penipu dan istilah keren lainnya. Tapi apakah ia bukan manusia? Dia tetap perlu makan, perlu minum, perlu tempat bernaung apalagi anak2nya. Memang zaman sekarang banyak penipuan seperti itu tapi kita juga tidak bisa pukul rata semua itu sama.

Memang rencana Tuhan itu mulia, temanku yang menyarankan aku menulis cerita ini melihat dari sudut pandang yang luar biasa, katanya, “tidakah kamu lihat bahwa Tuhan justru mengirim wanita ini untuk membuatmu bersyukur dengan apa yang kamu punya? Jika kamu masih mengeluh tentang kekuranganmu bagaimana kalau kamu menjadi posisi wanita itu?”.

Akhir kata, ini adalah pengalamanku yang benar2 terjadi. Aku benar2 mensyukuri apa yang ku punya sekarang. Aku tidak tahu bagaimana dengan kalian yang baca. Apapun pendapat kalian tentang aku, aku terima dengan lapang dada. Aku mungkin dibodohi atupun ditipu, tapi aku mendapatkan hal yang lebih bermakna dari kejadian itu.

Rabu, 24 November 2010

Hati Nurani

hati-nurani

Ada seorang tua berupaya agar ketiga anaknya memperoleh lebih banyak pengalaman hidup. Suatu saat ia berkata kepada ketiga anaknya itu.

"Kalian pergilah merantau, setelah 3 bulan kalian kembali kerumah, ceritakan pengalaman yang paling berkesan selama kalian merantau, saya akan melihat perbuatan diantara kalian bertiga yang paling bisa dibanggakan,” katanya.

Ketiga anaknya setelah mendengar perkataan bapaknya, mulai melakukan perjalanan.

Tiga bulan berselang, mereka bertiga sudah kembali ke rumah, bapaknya bertanya kepada mereka perbuatan yang paling bangga yang telah mereka lakukan. Satu persatu anak-anaknya mengisahkan pengalaman mereka.

"Saya bertemu dengan seseorang, dia menitipkan sekantong permata berharga kepada saya, dia sendiri tidak tahu berapa jumlah permata didalam kantong itu, jika saya mengambil beberapa butir dia juga tidak akan tahu, ketika orang ini mengambil titipannya, saya menyerahkan seperti semula tanpa saya buka sama sekali,” kisah si anak sulungnya.

Setelah mendengar cerita anak sulungnya itu, bapaknya berkata kepadanya.

"Ini hal yang memang harus engkau lakukan, jika engkau mengambil beberapa butir, coba engkau pikirkan engkau akan berubah menjadi orang apakah?” komentar si Bapak.

Putra sulungnya mendengar komentar bapaknya, menganggapnya benar lalu pergi mengundurkan diri. Anak keduanya ganti menceritakan pengalamannya.

“Suatu hari saya melihat ada seorang anak kecil terjatuh di air, saya lalu menolongnya, keluarganya memberi saya hadiah besar, saya tidak menerimanya,” cerita anak kedua.

Mendengar kisah anak keduanya itu, bapaknya mengatakan kepadanya.

“Inipun memang yang seharusnya engkau lakukan, jika engkau melihat anak kecil itu mati tenggelam,  apakah hatimu bisa tenang?" kata Bapaknya.

Setelah anak kedua mendengar komentar bapaknya itu, ia tidak berkata apapun. Lalu anaknya yang paling bungsu mengisahkan juga pengalamannya.

“Pada suatu hari saya melihat seorang yang sakit pingsan dipinggir jurang di jalan pegunungan, jika sedikit membalikkan badan saja sudah akan terjatuh dalam jurang, saya mendekatinya melihat, orang itu rupanya adalah musuh besar saya, dahulu beberapa kali saya berpikir untuk membalas dendam, tetapi tidak punya kesempatan, sekarang kesempatan ini muncul, saya tidak memerlukan tenaga mendorong, dia sudah akan terjatuh ke dalam jurang,  tetapi saya mengantarnya pulang ke rumah,” kisah anak bungsu.

Bapaknya tidak menunggu dia habis berbicara, lalu dengan memuji ia mengatakan kepadanya.

“Perbuatan kedua kakakmu melakukan hal yang memang secara hati nurani dilakukan setiap orang, tetapi perbuatanmu dengan budi membalas rasa dendam, itu adalah perbuatan yang sangat terpuji.”

Melakukan perbuatan yang memang harus dilakukan, adalah hal yang wajar yang tidak mengkhianati hati nurani, tetapi melakukan perbuatan yang tidak ingin dilakukan, barulah hal itu membuat hati nurani ini dapat bersinar terang.

Cerita diatas, mengisahkan ketiga bersaudara ini melakukan hal yang tidak menyimpang dari permintaan hati nurani, anak sulung tidak tamak, anak kedua menolong orang yang kesusahan, kedua perbuatan ini adalah hal yang wajib dan memang seharusnya dilakukan oleh semua manusia. Sedangkan anak bungsu yang mempunyai dada yang lapang dan mau memaafkan musuhnya, malahan menolong musuhnya, hati nuraninya menyuruh dia tidak melakukan hal yang jahat, malahan bisa melakukan perbuatan baik yang tidak semua orang bisa lakukan, terlihat dari sini dia melupakan seorang yang bisa menjadi panutan bagi orang lain. (Erabaru/hui)