Selasa, 14 Desember 2010

Ikan Kecil Dan Air

ikan-kecil

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, "Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini,  tanpa air kita semua akan mati."

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, "Hai, tahukah kamu dimana air? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati."

Ternyata semua ikan tidak mengetahui di mana air itu. Si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, "Di manakah air?"

Jawab ikan sepuh,  'Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati."

* * *

Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari ke sana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.

Minggu, 05 Desember 2010

Bukan Demi Marah Menjadi Manusia

anggrek

Ada seorang biarawan yang sangat menyukai bunga anggrek. Biasanya, selain memberi ceramah waktu yang tersisa dipergunakannya untuk mengurus bunga-bunga anggrek yang ditanam di taman biara.

Pada suatu hari ketika hendak pergi berkelana, dia berpesan kepada muridnya, harus hati-hati merawat pohon bunga anggreknya.

Selama kepergiannya, muridnya dengan teliti memelihara pohon bunga-bunga anggrek tersebut. Namun, pada suatu hari ketika sedang menyiram pohon bunga anggrek tersebut tanpa sengaja menyenggol rak-rak pohon tersebut sehingga semua pohon anggrek berjatuhan dan pot anggrek tersebut pecah berantakan dan pohon anggrek berserakan.

Muridnya sangat ketakutan, bermaksud menunggu gurunya pulang dan meminta maaf sambil menunggu hukuman yang akan mereka terima.

Setelah biarawan pulang mendengar kabar itu, lalu memanggil para muridnya, dia tidak marah kepada muridnya, bahkan berkata, “Saya menanam bunga anggrek, alasan pertama adalah untuk dipersembahkan di altar Budha, dan yang kedua adalah untuk memperindah lingkungan di biara ini, bukan demi untuk marah saya menanam pohon anggrek ini.”

Perkataan biarawan sungguh benar, “Bukan demi untuk marah menanam pohon anggrek.”

Dia bisa demikian toleran, karena walaupun menyukai bunga anggrek, tetapi di hatinya tidak ada rasa keterikatan akan bunga anggrek, oleh sebab itu ketika dia kehilangan bunga-bunga anggrek tersebut, tidak menimbulkan kemarahan di dalam hatinya.

Sedangkan kita di dalam kehidupan kita sehari-hari,  hal yang kita khawatirkan terlalu banyak, kita terlalu peduli kepada kehilangan dan memperoleh, sehingga menyebabkan keadaan emosi kita tidak stabil, kita merasa tidak bahagia.

Maka seandainya kita sedang marah, kita bisa berpikir sejenak,

“Bukan demi marah saya bekerja.”

“Bukan demi marah saya mengajar.”

“Bukan demi marah menjadi sahabat.”

“Bukan demi marah menjadi suami istri.”

“Bukan demi marah melahirkan dan mendidik anak.”

Maka kita bisa mencairkan rasa marah dan kesusahan yang ada di dalam hati kita dan berubah menjadi damai.

Oleh sebab itu setelah membaca artikel ini, ketika engkau hendak bertengkar dengan sahabat, dengan orang rumah atau keluarga, engkau harus ingat perjumpaan kalian, bukan demi untuk rasa marah. (Erabaru/hui)

Senin, 29 November 2010

Lebih Berharga dari Batu Permata

perhatian

Ada seorang wisatawan sedang berwisata di sebuah hutan. Pada suatu hari, ketiga dia berada di pinggir sungai ia menemukan sebutir batu permata. Wisatawan ini lalu memungut batu permata ini dan memasukkannya kedalam ranselnya.

Keesokan harinya, dia bertemu dengan seorang pejalan kaki yang dalam keadaan sedih dan kuyu. Pejalan kaki ini bercerita kepada wisatawan ini bahwa dirinya adalah seorang pedagang, tetapi beberapa waktu yang lalu telah bangkrut, kehidupan pribadinya juga mengalami masalah. Kali ini dia keluar berwisata adalah untuk memperbaiki suasana hatinya, tidak disangka dia tersesat dalam hutan ini, semua perbekalan yang dibawa telah dimakan habis, sekarang dia sangat kelaparan dan kehausan. Mendengar ceritanya wisatawan ini tanpa sangsi mengeluarkan perbekalan yang tersisa sedikit membagi makan dengan pejalan kaki ini.

Ketika wisatawan ini membuka tas ranselnya, pejalan kaki ini melihat batu permata yang terdapat dalam ranselnya, lalu berkata, dirinya sekarang sangat mengharapkan akan mendapat bantuan modal supaya dapat memulai bisnis lagi. Wisatawan ini mengeluarkan batu permatanya tanpa sangsi menyerahkan kepada pejalan kaki ini.

Pejalan kaki ini sangat gembira, setelah wisatawan ini meninggalkannya, dia memeriksa batu permata ini. Ini ada sebutir batu permata yang sangat berharga, jika dijual, akan cukup membiaya sisa hidupnya. Pedagang ini dengan gembira merayakan keberuntungan nasibnya, tetapi hatinya merasa tidak enak, kenapa wisatawan ini terhadap permata yang demikian berharga sedikitpun tidak pelit.

Beberapa hari kemudian, kedua orang ini bertemu lagi, begitu bertemu, pedagang ini mengembalikan permata berharga ini kepada wisatawan ini. Dia berkata kepada wisatawan ini, “Setelah engkau meninggalkan saya, saya berpikir sampai lama, didalam diri kamu ini ada barang apakah sehingga  bisa dengan tidak pelit menyerahkan kepada saya batu permata yang berharga ini? Saya berpikir, barang ini pasti lebih berharga dari batu permata, dia mungkin lebih perlu dimiliki oleh saya.” (Erabaru/hui)

Jumat, 26 November 2010

TRUE STORY-CERMIN NURANI

a-true-love-story 

Ini adalah TRUE STORY yang aku alami di tempat kerjaku,gw bekerja sebagai mandor produksi disebuah perusahaan swasta. cerita ini bukan untuk mengurui anda para pembaca, tapi aku ingin kita sama2 mengambil hikmahnya dan men-SYUKURI semua yang kita punyai sekarang, baik itu apa yang kita makan, kita pakai ataupun yang kita punyai...

Apa yang aku alami ini terjadi udah 3 tahun yg lalu, aku menuliskan kisah ini karena ada teman aku yang menyarankannya. Katanya ini bisa menjadi pelajaran bagi kita yang telah lupa akan sesama dan terbuai oleh hal-hal bersifat materi lainnya. Aku tidak bisa menyebut namanya karena untuk menjaga privasi dia ya.

Waktu itu aku lagi beres-beres dikantor, jam dinding menunjukkan jam 16.00an. Seperti para karyawan biasanya lagi tunggu jam pulang. Kebetulan waktu itu ada seorang seniorku datang, seniorku ini seorang pria yang luar biasa, diusianya yang masih muda (sekitar 30an) sudah menjadi senior mandor disebuah perusahaan swasta. Saking asyik ngobrol dengar ceritanya, aku mendengar ada suara yang memanggil dari luar kantor. suara orang wanita. Waktu itu hujan lebat, aku kira salah dengar. Tapi aku penasaran lalu aku keluar untuk melihat siapa gerangan yang memanggil itu. Waktu itu kulihat seorang wanita muda dengan 3 anakya, yang satu masih dalam gendongan.

Awalnya aku kira itu hanyalah pengemis yang datang meminta-minta (inilah sifat buruk aku sebagai manusia, menilai tanpa mengetahui) . Sikap yang aku perlihatkan pun kurang bersahabat. Aku bertanya, “ada yang bisa aku bantu mbak?”. Mbak ini datang hanya bermodalkan payung, teduh bersama anak2nya. Lalu mbak ini bertanya padaku, “bolehkah aku meminjam 300 ribu?, aku ingin membelikan anak2 ku makan dan susu untuk bayiku. Aku janji akan mengembalikannya dalam 3 hari. Suamiku sekarang lagi bekerja ke Jakarta dan dalam 3 hari ini akan mengirim pulang”.

Apa reaksiku? Ya, sudah bisa ditebak. Bagaimana mungkin aku bisa percaya bukan? Aku mencoba tenang dan bertanya, “kok mbak perlu sebegitu banyak uang? Kenapa mbak tidak pinjam ama keluarga mbak atau saudara suami mbak?”. Waktu kutanya itu mbak ini matanya berkaca-kaca, lalu dia bercerita bahwa dia justru diusir oleh keluarga suaminya. Mereka mengatakan bahwa dia istri tidak berguna, dan caci maki yang tidak pantas kutulis disini. Suaminya karena tidak tahan hinaan dari saudaranya terpaksa pergi bekerja di Jakarta untuk menafkahi istri dan anak2nya.

Karena diusir dari rumah, mbak ini mencari kontrakan di dekat jalan narogong,gang bojong menteng, dan dari ceritanya uangnya diambil oleh pemilik kost semua karena tidak percaya dia wanita baik2, dengan alasan takut dia melarikan diri. Mendengar ceritanya jujur aja aku tersentuh, yang membuat aku lebih sakit adalah ternyata anaknya dalam gendongan itu tertidur seperti sakit, ke dua anaknya yang lain basah2 kena hujan, yang lebih miris lagi satu kantong air dibagi minum bertiga.

Mendengar ceritanya aku masih ragu tapi udah percaya 70%, aku pun mencoba membantu seadanya. Waktu itu aku memberikan mbak ini 50 ribu untuk membantu seadanya. Aku bilang uang ini untuk membeli makan buat anak2nya dulu dan tidak usah dikembalikan. Waktu itu aku ingin pinjamkan jas ujan, tapi entah kenapa aku gak bisa ngomong.

Tahu gak apa reaksi mbak itu? Tanpa mengambil uang yang kusodorkan mbak itu memandangku dengan tatapan yang benar2 mengiris hati dan membuat aku sadar apa itu artinya saling mengasihi sesama. Mbak itu berkata, “aku datang bukan untuk meminta sama ako (abang), aku bukan pengemis ko, aku hanya seorang wanita yang meminjam untuk makan anak2ku...pinjaman itu akan aku kembalikan dalam 3 hari”.

“aku tahu ako pasti tidak percaya dengan aku, tapi aku tidak sakit hati karena dengan penampilan begini siapa yang akan percaya? Tapi aku akan bawa ako ke tempat kostku, setelah suamiku pulang aku akan mengembalikan uang itu”, kata mbak ini penuh kelembutan tanpa ada rasa benci sedikitpun.

Mendengar hal itu aku benar2 gak enak, aku jelaskan bahwa itu aku lakukan bukan karena kasihan atau apapun, aku benar2 ingin membantunya. Mbak ini kemudian tersenyum kepadaku dan berkata, “Jika niat ako tulus maka uang inipun aku anggap sebagai pinjaman,”. Mendengar hal itu aku paksa bahwa itu tulus dan tidak perlu dikembalikan.

Hujan waktu itu masih tetap deras, mbak inipun berkata padaku, “apakah disekitar sini masih ada orang yang bisa membantu aku seperti ako?”. Aku bilang masih banyak orang baik kok, mungkin mbak bisa mencobanya. Mendengar hal itu mbak ini tersenyum padaku dan berkata, “terima kasih banyak ko, mungkin aku tidak bisa membalas apa yang ako berikan padaku, tapi Tuhan itu maha tahu, semoga dia akan membalasnya pada ako”.

Setelah itu mbak ini pergi bersama ke 3 anaknya. Dalam teduhan sebuah payung kecil mereka berjalan keluar dari pagar kantor. Aku terpaku mematung melihatnya sekitar 10 menit lebih. Setelah mereka berlalu jauh, timbul penyesalan yang amat sangat dalam hatiku. Sebenarnya waktu itu aku bisa memberikan lebih dari yang dia minta, tapi karena mata hati aku telah tertutup oleh hal-hal duniawi aku menjadi buta.

Aku menuliskan cerita ini bukan untuk mendapatkan pujian ataupun lainnya, aku mungkin bodoh, tapi karena kejadian itu aku jadi benar-benar bersyukur apa yang kumiliki sekarang. Saat aku masih bisa makan enak , mbak ini membuang harga dirinya meminjam untuk makan anak2nya. Saat aku berpakaian rapi mbak ini memakai seadanya untuk melindungi tubuhnya tetap hangat. Saat aku mengeluh betapa panasnya AC tidak maksimal , mbak ini berjuang melawan dinginnya hujan. Saat aku mengeluh mengapa penghasilanku pas2an, mbak ini bahkan rela dipandang rendah demi mencari segenggam uang demi kelangsungan hidup anak2nya.

Tau gak apa yang paling kusesali? Aku menolong tidak sepenuh hati. Anggaplah memang mbak ini memang seorang penggemis, penipu dan istilah keren lainnya. Tapi apakah ia bukan manusia? Dia tetap perlu makan, perlu minum, perlu tempat bernaung apalagi anak2nya. Memang zaman sekarang banyak penipuan seperti itu tapi kita juga tidak bisa pukul rata semua itu sama.

Memang rencana Tuhan itu mulia, temanku yang menyarankan aku menulis cerita ini melihat dari sudut pandang yang luar biasa, katanya, “tidakah kamu lihat bahwa Tuhan justru mengirim wanita ini untuk membuatmu bersyukur dengan apa yang kamu punya? Jika kamu masih mengeluh tentang kekuranganmu bagaimana kalau kamu menjadi posisi wanita itu?”.

Akhir kata, ini adalah pengalamanku yang benar2 terjadi. Aku benar2 mensyukuri apa yang ku punya sekarang. Aku tidak tahu bagaimana dengan kalian yang baca. Apapun pendapat kalian tentang aku, aku terima dengan lapang dada. Aku mungkin dibodohi atupun ditipu, tapi aku mendapatkan hal yang lebih bermakna dari kejadian itu.

Rabu, 24 November 2010

Hati Nurani

hati-nurani

Ada seorang tua berupaya agar ketiga anaknya memperoleh lebih banyak pengalaman hidup. Suatu saat ia berkata kepada ketiga anaknya itu.

"Kalian pergilah merantau, setelah 3 bulan kalian kembali kerumah, ceritakan pengalaman yang paling berkesan selama kalian merantau, saya akan melihat perbuatan diantara kalian bertiga yang paling bisa dibanggakan,” katanya.

Ketiga anaknya setelah mendengar perkataan bapaknya, mulai melakukan perjalanan.

Tiga bulan berselang, mereka bertiga sudah kembali ke rumah, bapaknya bertanya kepada mereka perbuatan yang paling bangga yang telah mereka lakukan. Satu persatu anak-anaknya mengisahkan pengalaman mereka.

"Saya bertemu dengan seseorang, dia menitipkan sekantong permata berharga kepada saya, dia sendiri tidak tahu berapa jumlah permata didalam kantong itu, jika saya mengambil beberapa butir dia juga tidak akan tahu, ketika orang ini mengambil titipannya, saya menyerahkan seperti semula tanpa saya buka sama sekali,” kisah si anak sulungnya.

Setelah mendengar cerita anak sulungnya itu, bapaknya berkata kepadanya.

"Ini hal yang memang harus engkau lakukan, jika engkau mengambil beberapa butir, coba engkau pikirkan engkau akan berubah menjadi orang apakah?” komentar si Bapak.

Putra sulungnya mendengar komentar bapaknya, menganggapnya benar lalu pergi mengundurkan diri. Anak keduanya ganti menceritakan pengalamannya.

“Suatu hari saya melihat ada seorang anak kecil terjatuh di air, saya lalu menolongnya, keluarganya memberi saya hadiah besar, saya tidak menerimanya,” cerita anak kedua.

Mendengar kisah anak keduanya itu, bapaknya mengatakan kepadanya.

“Inipun memang yang seharusnya engkau lakukan, jika engkau melihat anak kecil itu mati tenggelam,  apakah hatimu bisa tenang?" kata Bapaknya.

Setelah anak kedua mendengar komentar bapaknya itu, ia tidak berkata apapun. Lalu anaknya yang paling bungsu mengisahkan juga pengalamannya.

“Pada suatu hari saya melihat seorang yang sakit pingsan dipinggir jurang di jalan pegunungan, jika sedikit membalikkan badan saja sudah akan terjatuh dalam jurang, saya mendekatinya melihat, orang itu rupanya adalah musuh besar saya, dahulu beberapa kali saya berpikir untuk membalas dendam, tetapi tidak punya kesempatan, sekarang kesempatan ini muncul, saya tidak memerlukan tenaga mendorong, dia sudah akan terjatuh ke dalam jurang,  tetapi saya mengantarnya pulang ke rumah,” kisah anak bungsu.

Bapaknya tidak menunggu dia habis berbicara, lalu dengan memuji ia mengatakan kepadanya.

“Perbuatan kedua kakakmu melakukan hal yang memang secara hati nurani dilakukan setiap orang, tetapi perbuatanmu dengan budi membalas rasa dendam, itu adalah perbuatan yang sangat terpuji.”

Melakukan perbuatan yang memang harus dilakukan, adalah hal yang wajar yang tidak mengkhianati hati nurani, tetapi melakukan perbuatan yang tidak ingin dilakukan, barulah hal itu membuat hati nurani ini dapat bersinar terang.

Cerita diatas, mengisahkan ketiga bersaudara ini melakukan hal yang tidak menyimpang dari permintaan hati nurani, anak sulung tidak tamak, anak kedua menolong orang yang kesusahan, kedua perbuatan ini adalah hal yang wajib dan memang seharusnya dilakukan oleh semua manusia. Sedangkan anak bungsu yang mempunyai dada yang lapang dan mau memaafkan musuhnya, malahan menolong musuhnya, hati nuraninya menyuruh dia tidak melakukan hal yang jahat, malahan bisa melakukan perbuatan baik yang tidak semua orang bisa lakukan, terlihat dari sini dia melupakan seorang yang bisa menjadi panutan bagi orang lain. (Erabaru/hui)

Pancaran Sinar

cahaya-lilin

Di sebuah desa di daerah utara yang mempunyai  musim dingin yang panjang  sepanjang tahun, tinggallah sekitar 10 keluarga.

Walaupun penduduk desa ini sepanjang tahun bekerja keras, hasil pencaharian mereka hanya cukup untuk hidup pas-pasan.

Kehidupan mereka sangat sederhana dan hemat. Ketika malam hari tiba, gadis-gadis di desa ini akan berkumpul mengerjakan pekerjaan tangan seperti menyulam untuk tambahan kebutuhan hidup.

Namun untuk penerangan memerlukan uang untuk membeli lilin. Oleh sebab itu gadis-gadis desa ini sepakat setiap malam akan berkumpul di rumah salah seorang untuk bersama-sama bekerja. Mereka akan membagi rata uang lilin, dengan demikian bisa menghemat.

Ada seorang gadis yang sangat miskin yang sama sekali tidak sanggup membeli lilin. Setiap malam dia juga pergi ke rumah tempat gadis-gadis desa berkumpul untuk menyulam di sana.

Setelah beberapa waktu berlalu, gadis-gadis yang setiap hari bergantian membeli lilin ini mulai merasa keberatan, mereka mulai ingin mengusir dia keluar dari tempat itu.

Gadis ini melihat perbuatan teman-teman sepermainannya sejak kecil, tidak marah, malahan dengan sopan dia berkata kepada mereka.

”Saya tidak sanggup membeli lilin, oleh sebab itu saya sering datang kesini meminjam cahaya, saya tidak bisa mengeluarkan uang sepersen pun untuk perkumpulan ini,  tetapi banyak atau sedikit saya bisa membantu dengan tenaga saya."

"Setiap malam saya datang lebih cepat, setelah sampai saya membersihkan rumah ini, merapikan semua meja dan kursi."

"Setelah kalian semua tiba, tempat duduk tidak cukup, saya selalu duduk dibelakang kalian, meminjam sedikit cahaya yang dipancarkan melalui dinding untuk melakukan pekerjaan menyulam."

"Saya sama sekali tidak merepotkan kalian, kenapa kalian demikian pelit tidak mau memberikan kepada saya sedikit cahaya yang dipancarkan dari dinding?” Ujar gadis miskin itu.

Gadis-gadis ini setelah mendengar perkataan gadis miskin ini merasa sangat malu, lalu mereka memutuskan mulai saat itu akan mengangkat gadis ini sebagai pemimpin tempat kerja mereka.

Jangan pelit terhadap sedikit cahaya yang dipancarkan melalui dinding, kelapangan dada anda yang kecil ini, mungkin terhadap orang lain adalah bantuan besar yang sangat berharga. (Erabaru/hui)

Senin, 15 November 2010

Rubah Cara Pandang Anda

bahagia

Beberapa minggu yang lalu, saya mengeluh kepada kakak saya karena harus membawa anak saya ke dokter anak.

Kakak saya berkata, "Coba rubah cara pandangmu. Bukankah itu seharusnya membuatmu lebih bahagia?"

Baiklah....Gagasan untuk membuat suatu kegiatan yang tidak menyenangkan tampak menyenangkan, hanya dengan mengubah cara Anda berpikir tentang hal ini terdengar konyol. Meskipun demikian, saya memutuskan untuk mencobanya dan ternyata benar!

Saya selalu takut janji dokter anak. Anak saya merengek dan mengeluh dan tampaknya memerlukan suntikan setiap saat.

Tapi ketika saya berpikir tentang hal itu dari sudut pandang berbeda, mengatakan pada diriku sendiri, saya suka membawanya ke dokter, sikap saya berubah.

Saya menyadari bahwa saya ingin melakukan pekerjaan ini. Saya ingin menjadi orang yang mendengar apa kata dokter. Saya ingin menjadi orang yang berkonsultasi bagaimana caranya agar anak saya lebih sehat dan menyiapkan menu bergizi. Saya ingin menjadi orang yang memberikan ciuman untuknya dan permen lolipop setelah kunjungan dan menerima senyum manisnya.

Saya beruntung bahwa saya bisa melakukan hal-hal ini.

 Saya mencoba strategi yang sama ketika merapikan tempat tidur. Suatu pekerjaan harian yang tak butuh banyak berfikir.

Sekarang, daripada berpikir, alangkah membosankan, kataku pada diri sendiri, Saya suka melakukan hal ini. Mengapa? Karena usaha satu menit itu membuat seluruh kamar tidur saya lebih rapi dan enak dipandang. Ini adalah cara yang positif untuk memulai hari saya.

Tentu saja, cara ini tidak bekerja dalam segala situasi. Namun aku terkejut oleh karena pikiran positif ternyata membuat perbedaan. Cobalah. Mungkin Anda akan menemukan kesenangan tersendiri saat harus mencuci mobil.

Perencana Kebahagiaan: Lima Penguat Mood

Saya bersyukur atas begitu banyak hal dalam hidupku, tapi saya  mengakui bahwa kadang-kadang saya terjebak dalam pemikiran negatif. Untunglah, saya sudah menemukan beberapa cara untuk membebaskan diriku keluar darinya.


1. Berhenti Sejenak (Pause)

Menenangkan diri sesaat, contohnya mendengarkan lagu yang saya suka-seperti menekan tombol “pause” di diri saya -membantu saya melepaskan perasaan negatif. Setelah itu, saya akan menerapkan cara pikir yang menyenangkan bagi tugas-tugas yang akan saya hadapi.

2. Menghargai

Disaat dikepung pekerjaan kantor maupun pekerjaan rumah, saya luangkan waktu untuk menghargai berkah yang Tuhan berikan pada saya: keluarga saya: orangtua, atau suami dan anak-anak, dan teman-teman baik saya. Ini menempatkan semuanya dalam perspektif positif dan dapat melakukannya dengan penuh cinta.

3. Menulis

Ketika saya sedang kesal atau marah, saya menumpahkannya pada tulisan di kertas dan kemudian kertas itu saya  hancurkan dan buang ke tong sampah, melepas benda buruk amarah itu dari diri saya.

4. Bermain

Tidak mungkin bagi saya untuk bermuram durja ketika bermain dengan hewan peliharaan saya. Dia selalu membuat saya tertawa.

5. Percaya bahwa Tuhan

Percaya bahwa Tuhan lebih besar dari masalah yang saya hadapi adalah alasan yang cukup bagi saya untuk menjadi positif. (Erabaru/isw)

Jumat, 12 November 2010

Mundur Selangkah Demi Orang Lain

mundur-selangkah

Di sebuah jalan raya tinggal dua keluarga yaitu Li dan Chang. Bila kita melewati rumah keluarga Chang, sering terdengar suara ribut-ribut, jika bukan suara berkelahi, tentu suara orang memaki, menangis dan melempar barang.

Sedangkan di seberang jalan di rumah keluarga Li, sering terdengar orang berbicara dengan sopan, lemah lembut dan sering terdengar suara bercanda dan suara orang tertawa gembira.

Suatu hari Chang bertemu dengan Li, dengan heran dia bertanya kepada Li, “Sungguh heran, kenapa dirumah kalian sering terdengar suara tertawa gembira, tidak pernah terdengar suara pertengkaran? Bagaimana bisa begitu?”

Li berkata,"Setiap anggota keluarga kami selalu mengganggap dirinya bersalah, sedangkan setiap anggota keluarga kamu selalu mengganggap dirinya ada orang yang benar.”

“Kenapa bisa begitu, orang aneh, didunia ini mana ada orang yang mengatakan dirinya sendiri orang yang bersalah?”

Li melanjutkan perkataannya,”Pada suatu hari di tangga rumahmu ada sebuah gelas diletakkan di anak tangga, gelas itu diletakkan oleh Athe beberapa waktu yang lalu, ketika Achung melewati anak tangga tanpa sengaja menyenggol gelas tersebut sehingga pecah dan melukai kakinya, coba engkau terka apa yang dikatakannya?

Achung segera membuka mulutnya memaki, ”Athe, kenapa meletakkan gelas ini disini, lihat gara-gara kamu kaki saya terluka! Athe segera membalas, semua ini kesalahan kamu sendiri,  jalan tidak memakai mata! Heeeh! pantas saja terluka! Kemudian apa yang terjadi… tentu saja mereka berdua berkelahi.”

“Semua inikan hal yang normal?” Chang dengan tidak mengerti menjawab.

“Tidak… jika orang dirumah saya menyenggol gelas itu, akan berkata, ”Aduh! Saya sungguh tidak berhati-hati, sudah menyenggol pecah gelas ini, celaka, bagaimana jika nanti terpijak oleh orang lain .. lalu orang yang meletakkan gelas datang meminta maaf, maaf! Maaf!, tadi saya akan membawa gelas ini ke lantai atas tetapi tiba-tiba ada telepon masuk … saya lupa membawanya… maaf!”

“Lihat dengan demikian, bukankah hasilnya lebih bagus?”

Chang sekarang langsung mengerti maksud Li.

Setiap manusia ketika bergaul dengan orang lain dapat mengalah selangkah, bersikap sopan, penuh toleransi dengan orang lain, maka akan seperti keluarga Li ini.

Setiap orang tidak mengeluarkan kata-kata yang memaki, menggantikan memaki dengan meminta maaf, mengubah sifat marah menjadi penuh perhatian, bukankah dengan demikian semuanya akan berjalan dengan baik?.

Ttidak saja bisa merubah sebuah pertengkaran yang tidak seharusnya terjadi, membuat lebih banyak dosa dengan memaki, malah bisa mempererat hubungan satu sama lain.

Li berkata bahwa semua anggota keluarganya berpikir untuk mencari kesalahan kepada diri sendiri saat menemui konflik.

Apabila di dunia ini semua orang menganggap dirinya selalu benar, begitu menemui masalah menyalahkan keluar, mereka tidak dapat mengintropeksi diri sendiri terhadap kejadian yang terjadi dilingkungannya, sebaliknya, jika selalu mengganggap diri sendiri orang bersalah, selalu karena tidak berhati-hati membuat kesalahan, supaya tidak menyusahkan orang lain, dia akan senantiasa menjaga sikapnya, akan selalu intropeksi diri, bukankah demikian?

Semoga Anda juga selalu memperhatikan orang disekitar Anda, membuat masalah besar menjadi masalah kecil, masalah kecil menjadi sirna. Mundur selangkah demi orang lain, Anda akan menyadari hubungan antara manusia sebenarnya tidak serumit yang Anda bayangkan. (Erabaru/hui)

Rabu, 27 Oktober 2010

Cara Terbaik Hapus Rasa Dendam

compassion-memaafkan

Penulis terkenal Uni Soviet yang bernama Yevgeny Tymoshenko menulis dalam autobiografinya sebuah cerita yang menarik: Pada musim dingin tahun 1944, di Moskow dilanda cuaca dingin yang tidak biasanya, 2000 tawanan perang Jerman sedang berbaris di jalanan yang ada di Moskow.

Meskipun langit masih turun hujan salju yang deras, banyak orang berkerumunan di kedua sisi trotoar jalan, Sejumlah besar tentara Soviet dan polisi keamanan berjaga antara para tawanan dan penonton, dan membuat penjagaan untuk mencegah para tawanan Jerman diserang massa yang marah. perang

Mayoritas dari penonton adalah wanita yang terdiri dari yang tua sampai yang muda, mereka adalah penduduk yang berasal dari pendesaan di sekitar Moskow.

Keluarga mereka ada yang suami, ayah, abang, adik dan anak semuanya menjadi korban perang agresi yang dilakukan tentera Jerman, mereka semua adalah korban langsung dari agresi perang tersebut, mereka sangat membenci tentera Jerman ini.

Ketika batalyon tentera jerman yang tertangkap muncul dihadapan para wanita tersebut, mereka semuanya mengepalkan tangannya dengan rasa marah, kalau bukan karena didepan mereka ada tentera Uni Soviet dan polisi yang memblokir didepan, mereka pasti akan menyerbu kearah tentera jerman ini membunuh dan mencincangnya menjadi hancur lebur demi membalas sakit hati mereka.

Semua tentera Jerman ini menundukkan kepala mereka, berjalan melewati massa, hati mereka sangat kecut melihat pancaran kemarahan kerumunan massa, tiba-tiba, seorang perempuan tua yang memakai pakaian tua yang sudah koyak keluar dari kerumunan massa, berjalan ke arah polisi, minta polisi mengizinkannya berjalan mendekati garis perbatasan polisi untuk melihat dari dekat tawanan perang ini.

Polisi melihat wajah perempuan tua ini sangat berbelas kasih, sama sekali tidak ada niat jahat, polisi lalu mengizinkannya, akhirnya wanita tua ini berjalan mendekati tawanan perang ini, perlahan-lahan dari dadanya dia mengeluarkan sebuah kantung plastik.

Ia membuka kantong plastik itu, didalamnya berisi sepotong roti, dengan malu-malu dia menyodorkan roti ini ke saku seorang tawanan perang muda yang pincang sehingga berjalan dengan menggunakan tongkat penyangga, dan kelihatan sangat kelelahan.

Pemuda ini memandang terbingung kepada perempuan tua ini sejenak, seketika airmata membasahi wajahnya. Dia melepaskan tongkat penyangganya “gedebuk” berlutut diatas tanah bersujud berkali-kali kepalanya diatas tanah dihadapan perempuan tua yang  baik hati ini, tawanan perang yang lain melihat perbuatannya ini terkontak lalu mereka beramai-ramai berlutut dan bersujud dengan kepala meminta maaf kepada para wanita yang ada disana.

Akhirnya suasana marah diantara kerumunan massa langsung berubah. Para wanita ini sangat tersentuh oleh adengan yang ada didepan mata mereka, lalu mereka berduyun-duyun lari menuju kearah tawanan perang, ada yang menyodorkan roti, minuman dan lain sebagainya kepada tawanan perang yang dahulunya adalah musuh mereka.

Diakhir ceritanya Yevgeny Tymoshenko menuliskan sebaris kalimat yang sungguh mengesankan “Perempuan baik hati ini, dalam sekejap dengan belas kasih dan sifat toleransinya mencairkan kebencian yang ada di hati kerumunan massa, dan menaburkan kasih dan damai didalam hati mereka semua.”

Musuh tidak bisa dimusnahkan dengan kekerasan. Cara terbaik untuk memusnahkan musuh adalah dengan cinta mengubah mereka menjadi teman.

Moral dari kisah ini : kebencian tidak pernah dapat mengatasi kebencian, hanya dengan kasih sayang  yang sejati dapat mengatasi kebencian dan rasa dendam. (Erabaru/hui)

Kekuatan Sepucuk Surat

menulis-surat

Mengambil pulpen dan menulis di atas kertas sepertinya membuang-buang waktu, jika dibandingkan dengan menulis email.

Tetapi kadang kala kata-kata yang sangat berarti, adalah yang ditulis lewat tulisan tangan.

Hanya dengan membuka amplop dan membuka lipatan surat saja akan memberikan kepuasan bagi kita. Dan ketika kita telah selesai membaca surat tersebut, kita masih dapat menyimpannya dan membacanya lain kali.

Meskipun surat tersebut mungkin akan menguning seiring dengan berjalannya waktu, surat tersebut dapat melampaui waktu. Berikut ini, tiga wanita membagikan kepada kita surat-surat yang sangat menyentuh kehidupan mereka.

Ayah mengetahui yang Terbaik

sloane

Sebuah kotak terletak diatas meja saya. Di dalamnya terdapat koleksi surat-surat yang sangat berarti dan berharga, yang pernah saya terima. Surat-surat tersebut dari ayah saya, yang meninggal karena kanker pada tahun 1997.

Ayah saya menulisnya untuk saya dan kedua adik  saya. Mungkin surat tersebut tidaklah ditulis di atas kertas mewah ataupun menggunakan pulpen yang mahal, tetapi surat-surat tersebut memenuhi setiap relung dalam hati saya.

Saya masih kelas 2 SD ketika ayah saya didiagnosa menderita kanker. Beliau meninggal sekitar setahun setelahnya.

Dalam waktu setahun tersebut, ketika menjalani serangkaian kemo terapi dan juga pembedahan, ayah saya dapat mengumpulkan kekuatannya untuk duduk dan menulis mengenai memori-memorinya dan juga kata-kata bijak untuk anak perempuannya.

Beliau menulis sekitar 25 surat secara keseluruhan – beberapa untuk kita bertiga, beberapa hanya ditujukan kepada masing-masing pribadi.

Ibu kami menyimpannya sampai kami siap untuk membacanya. Kadang kala ayah saya menulis kejadian kejadian sepele : Bagaimana Ali, bayi dalam keluarga kita, apakah balita itu telah dapat berlari lari mengitari rumah dan memanggil “Pa-Pa.” Senyum di wajah McKenzie yang berumur 5 tahun ketika dia membawa boneka beruang untuknya.

Selain itu ayah juga menulis mengenai permasalahan penting. Mengenai rokok, obat-obatan dan alkohol, beliau menulis, “Seseorang akan menyukai kita apa adanya, bukan karena kita memakai hal-hal tersebut. Seseorang yang mampu terlihat menarik  dan luwes dalam pergaulan tanpa tergantung pada hal-hal tersebut akan mempunyai kepribadian yang membuat orang-orang ingin bersamanya dalam jangka waktu lama.”

Dan nasehat beliau mengenai dunia kuliah dan pekerjaan, yang berkaitan dengan saya yang saat ini yang menginjak umur 21 tahun: “Ingatlah selalu, seperti sebuah rantai hanya akan kuat jika sambungan antaranya kuat, seseorang akan kuat dengan memperkuat dimensi kelemahannya. Tetaplah berusaha.”

Tiga belas tahun telah berlalu sejak meninggalnya ayah saya, dan dalam jangka waktu tersebut, banyak yang telah terjadi: McKenzie dan saya duduk di bangku kuliah, Ali telah masuk sekolah tinggi, dan sudah waktunya bagi saya untuk mencari pekerjaan.

Kami telah melewati kencan pertama kami, kami telah memenangkan kejuaraan negara bagian kami yang pertama dan kami telah jatuh cinta.

Ayah saya tidak berada bersama dengan kami, secara fisik, tetapi kami dapat merasakan kehadirannya karena surat-suratnya. Kadang kala, ketika saya bimbang atas keputusan yang saya buat, saya akan membaca kembali surat-surat tersebut. Kata-katanya membimbing dan menyemangati saya. Kekuatannya menginspirasi saya.

Ayah selalu mengakhiri surat-suratnya dengan kata-kata “Saya mencintaimu dengan sepenuh hati,” dan setiap kali saya membaca kata-kata tersebut, itu mengingatkan saya betapa beliau sangat mencintai –dan akan tetap mencintai – saya, adik adik saya, ibu saya, keluarganya dan juga teman-temannya. Saya tahu meskipun saya tidak dapat melihat ayah, dia selalu “hadir” di setiap sudut pertandingan sepak bola atau berdiri di luar ketika saya sedang menjalani wawancara pekerjaan, menyemangati saya. (Sloane Beaver)

“Kepada saya….”

sharon

Ketika saya berumur 32 tahun dan sangat kewalahan menghadapi hidup ini. Sedang hamil, bekerja dan memiliki dua orang anak. Saya melihat hidup saya seperti hilang dalam kesibukan mengganti popok, pertemuan bisnis dan kemacetan panjang.

Saya tahu kekacauan sangat parah sedang terjadi dalam hidup saya, tetapi saya sangat lelah untuk mengubahnya.

“Coba untuk tidak terlalu terburu buru setiap saat,” kata ibu saya suatu hari ketika saya mengantar anak saya ke rumahnya.

”Dan sebelum saya lupa, ini ada surat yang baru datang untukmu.” Dia memberikan sepucuk surat dari Universitas Emory, almameter saya.

Sepertinya waktu telah berlalu lama, sejak saya lulus kuliah. Dan beberapa tahun telah berlalu sejak saya menggunakan nama belakang ayah saya atau tinggal di rumah orang tua saya.

Penasaran, saya menurunkan anak saya dan membuka surat tersebut.

Untuk Sharon,

Bagaimana kabarmu? Atau seharusnya saya katakan, bagaimana kabar saya? Profesor psikologi kami meminta kami untuk menulis surat kepada diri kami sendiri di masa mendatang. Dia berjanji akan mengirimkan surat tersebut 10 tahun setelah kami lulus.

Jika kamu membacanya, pasti umur kamu sudah 32 tahun. Wow! Sangat tua. Masa kuliah telah lewat. Empat tahun kuliah yang diisi dengan belajar, mengerjakan tugas, ujian, diselingi berpesta dengan kawan-kawan. Saya harap kamu sudah menikah dan memiliki anak, dan juga pekerjaan di bidang jurnalisme atau di psikologi. Saya tidak ingin mempelajari semua pelajaran itu dengan sia-sia!

Salam, Sharon.

Jantung saya berdebar. Apakah saya telah dihubungi oleh masa lalu saya? Ingatan saya terhadap tugas tersebut telah terlupakan dan terbuang sejalan dengan kelulusan saya. Sepuluh tahun kemudian, surat tersebut tiba tanpa diduga, pada saat yang sangat tepat.

Ketika saya membaca dalam surat tersebut, kata-kata penuh harapan dan ringan, dari saya yang berumur 22 tahun, secara tiba-tiba saya melihat dunia saya menjadi terang.  Apa yang saya cita-citakan ketika kuliah dulu, telah menjadi kenyataan.

Tetapi dalam keadaan saya yang sekarang, saya tidak mampu untuk mensyukurinya. Masa lalu saya, masa sekarang dan masa depan layak mendapatkan yang lebih baik lagi. Saya tahu saya harus segera menyeimbangkan hidup saya.

Dalam jangka waktu enam bulan setelah saya membaca surat tersebut, suami saya, anak-anak saya dan saya pindah ke rumah baru. Rumah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan yang sebelumnya, tetapi telah memberi kelonggaran dalam hal kemacetan. Saya juga memutuskan untuk mengubah waktu kerja saya menjadi kerja paruh waktu – sesuatu yang sebelumnya tidak berani saya lakukan – sehingga memberi kesempatan kepada diri saya sendiri untuk bernafas.

Bulan April yang lalu, saya memasuki umur 43 tahun. Saya meniup lilin di kue ulang tahun saya, menidurkan anak-anak saya, dan duduk menulis surat untuk masa depan saya dalam sebuah jurnal – hal ini yang telah saya lakukan setiap tahun sejak ulang tahun saya yang ke-32. Dan setiap kali saya ingin menyemangati diri saya sendiri, saya akan membaca ulang beberapa surat tersebut. Saya tidak dapat berpikir hadiah yang lebih baik daripada surat-surat yang saya berikan pada diri saya sendiri setiap tahunnya. (Sharon Duke Estroff)

Melihat diri Saya Sendiri yang Sesungguhnya

leslie

Ketika saya masih duduk di sekolah tinggi, saya pergi berkemah dengan teman-teman kelas saya.

Suatu malam, seorang anak laki-laki tinggi besar bernama Tom yang ikut dalam program khusus di perkemahan tersebut, duduk di samping saya dekat perapian. Saya yakin dia sedang berusaha mendekati teman saya Barbara, si pirang yang sangat cantik. Anak laki-laki tersebut sangatlah tampan.

Tidak sebanding dengan saya, seorang anak perempuan sederhana berkacamata, yang tidak percaya diri dengan rambut yang berwarna kusam dan kaku. Tidak ada anak laki-laki tampan yang mau berbicara dengan saya.

Tetapi Tom tetap tinggal bahkan ketika Barbara telah pergi beristirahat ke tendanya, dan kami berbicara hingga perapian padam. Dia memberitahukan pada saya bahwa dia sedang menjalani program rehabilitasi kenakalan remaja. Dan saya memberitahukan padanya mengenai kehidupan lurus saya sebagai seorang remaja yang berkelakuan baik. Ketika kami berpisah, dia meminta alamat saya – untuk terus berhubungan, katanya, karena kita tinggal berjauhan. Tetapi, saya masih curiga kepadanya.

Seminggu kemudian, suratnya tiba. Dia menulis bagaimana dia sangat menikmati pembicaraan kami. Saya membalas suratnya, dan dalam surat berikutnya dia meminta foto saya untuk mengingatkan dia betapa cantiknya saya. Cantik? Dia pasti mengira saya adalah orang lain, pikir saya. Pasti bukan saya! Saya tetap mengambil kesempatan ini dan mengirimkan foto saya kepadanya.

Dalam surat balasannya, dia mengatakan bahwa saya lebih cantik dari yang diingatnya. Saya terus membaca kata-kata tersebut berulang kali. Dan semakin banyak saya membacanya, saya semakin percaya kata-kata tersebut benar. Ketika saya meninggalkan bangku sekolah sebulan kemudian, saya tidak lagi berpikir saya adalah anak perempuan jelek yang dikelilingi oleh anak-anak cantik. Saya merasa saya cantik.
Tom dan saya kehilangan kontak setelahnya, tetapi 25 tahun telah berlalu, saya masih menyimpan suratnya. Ketika setiap kali saya membacanya, itu mengingatkan saya bagaimana dia telah merubah persepsi keseluruhan tentang diri saya. Musim panas tersebut, untuk pertama kalinya dalam hidup saya, seorang anak laki-laki telah memilih saya. Dia mengatakan bahwa saya cantik. Dan saya juga merasakan rasa cantik tersebut! (Leslie Pepper)

Resep Rahasia Orang Buta

main-kecapi-orang buta

Ada dua orang buta yang seorang yang sudah tua dan yang seorang masih muda, mereka adalah guru dan murid, mereka mencari nafkah dengan bermain kecapi.

Pada suatu hari orang buta yang tua ini sudah tidak dapat bertahan lagi, dia jatuh sakit, dia tahu umurnya sudah tidak panjang lagi, lalu dia memanggil muridnya ke samping tempat tidurnya.

Tangannya yang gemetaran menggengam tangan muridnya dengan susah payah berkata,” Anakku, didalam sini ada sebuah resep rahasia, resep rahasia ini akan membuat engkau melihat dunia terang lagi, saya menyembunyikannya didalam kecapi ini, tetapi engkau harus ingat, engkau harus bermain kecapi sampai seribu senar kecapi ini terputus, baru boleh mengeluarkan resep rahasia ini, jika tidak engkau tidak akan melihat cahaya terang lagi.”

Si buta kecil ini sambil menghapus air matanya berjanji kepada gurunya, gurunya dengan tersenyum damai pergi meninggalkan dunia ini.

Sehari demi sehari berlalu, setahun demi setahun berlalu, si buta kecil selalu ingat kepada pesan gurunya, selembar demi selembar tari senar putus disimpannya baik-baik, selalu menghitungnya didalam hati. Ketika dia bermain sampai tari senar yang ke 1000 terputus, pemuda kecil buta yang lemah yang dulu sekarang sudah menjadi si buta tua renta.

Dia tidak dapat mengekang rasa bahagia yang ada didalam hatinya, dengan tangan gemetar dia membuka kecapinya, mengeluarkan resep rahasia yang ada didalam kecapi.

Kemudian, orang lain memberitahu kepadanya bahwa itu adalah sepotong kertas kosong, diatas kertas itu tidak tertulis sepatah katapun, air matanya menetes diatas kertas, dia tertawa.

Apakah si buta tua membohongi si buta kecil?

Si buta tua yang dahulunya adalah si buta kecil, memegang kertas putih yang tidak ada tulisan sama sekali , lalu kenapa dia malahan bisa tertawa?.

Pada saat dia membuka resep rahasia itu, seketika itu juga dia menjadi mengerti makna yang terkandung didalam hati gurunya, walaupun hanya sepotong kertas putih, tetapi itu merupakan sebuah resep rahasia tanpa tulisan, resep rahasia yang tidak akan ada orang tahu. Hanya dia sendiri yang dari kecil menemani gurunya bermain kecapi yang mengerti makna yang terkandung dalam resep rahasia yang tanpa tulisan ini.

Resep rahasia itu adalah pancaran sinar terang, yang ketika dia berada dalam kesusahan menghadapi perjalanan hidup ini gurunya menyalakan sinar terang ini untuk menemani menjalani perjalanan hidup  yang susah ini, jika tidak ada sinar terang ini, dia mungkin sudah ditelan oleh kegelapan hidup ini, mungkin dari dahulu dia sudah tersungkur jatuh oleh kesusahan hidup ini.

Karena harapan dari seberkas terang ini, dia dapat bermain kecapi sampai seribu senarnya terputus, karena dia ingin bisa melihat cahaya terang lagi, dengan teguh tanpa goyah mempercayai pesan gurunya. Kegelapan bukan selamanya terjadi, asalkan tidak mudah melepaskan keyakinan, setelah semua kegelapan ini berlalu, akan ada cahaya yang tidak terbatas.

Setelah menaklukkan berbagai rintangan dan kesusahan,  kepercayaan yang teguh ini akhirnya membuat hatinya bisa melihat cahaya terang yang sebenarnya, Apakah akhirnya dapat melihat sinar terang didunia ini hal yang perlu dibanggakan? Manusia memiliki sepasang mata yang terang, tetapi memiliki sisi hati yang gelap, apakah ini berguna? (Erabaru/hui)

Orang Kaya dan Penyu

manusia-kura-kura

Dahulu kala ada seorang yang sangat kaya, hartanya melimpah ruah, dia adalah seorang yang sangat baik dan selalu menolong orang lain.

Pada suatu hari dia pergi ke pasar berbelanja, ketika dia sampai di pasar dia melihat ada seseorang yang sedang menjual seekor penyu yang terluka.

Melihat keadaan penyu yang memelas itu, dia berpikir penyu itu tentu akan diberi orang lain, akan dipotong dimasak, hatinya sangat tidak tega, lalu dia berjalan ketempat penjual penyu itu bertanya, “Berapa harga penyu ini ?

Penjual ini mengetahui dia adalah seorang yang sangat kaya yang baik hati, demi berbuat kebaikan selalu melepaskan binatang hidup dialam bebas, mengeluarkan banyak uang juga tidak menjadi masalah, lalu penjual ini berpikir tidak akan membiarkan kesempatan yang demikian bagus hilang dia akan mengorek lebih banyak uang dari orang kaya ini, lalu dia membuka mulutnya berkata, “100 ribu Yuan, jika engkau ingin membeli engkau harus bayar 100 ribu Yuan satu sen pun tidak boleh kurang, jika engkau tidak ingin membelinya kebetulan saya berpikir akan membawa pulang memasaknya dijadikan santapan malam.”

Orang kaya ini setelah mendengar perkataan penjual ini, lalu mengeluarkan uang 100 ribu Yuan, lalu membawa pulang penyu itu, setelah sampai dirumah dia perlahan-lahan meletakkan penyu itu di air yang bersih, dengan teliti memandikan penyu ini sampai bersih, lalu mencari rumput obat mengoresi luka penyu itu, lalu membawanya pergi ke sungai yang berada didekat rumahnya melihat penyu itu perlahan-lahan berenang meninggalkannya.

Ditengah malam, orang kaya ini mendengar pintu rumahnya diketuk, hatinya merasa heran, begitu dia membuka pintu rumahnya, rupanya penyu yang tadi siang ditolongnya.

Penyu itu ketika melihat dia, tidak sampai dia sempat membuka mulutnya, penyu itu sudah berkata,”Penolongku! Jika hari ini tidak bertemu dengan engkau, nyawa saya sungguh terancam! Saya menerima budi yang begitu besar dari anda, tetapi saya adalah seekor binatang laut yang sederhana, tidak ada barang berharga yang bisa saya persembahkan untuk membalas budi anda, sungguh memalukan, tetapi karena saya sudah hidup lama di air, lebih memahami perubahan yang terjadi di air, saya akan memberitahukan kepada anda, bencana tsunami segera akan menyerang, cepat engkau sediakan sebuah perahu besar, bawa semua harta bendamu, jika tidak akan terjadi bahaya besar yang dapat merengut jiwamu.”

Orang kaya ini sangat berterima kasih kepada penyu, keesokan harinya, dia melaporkan hal ini kepada raja.

Karena orang kaya ini  terkenal adalah seorang budiman yang selalu berbuat baik, raja percaya kepada perkataannya, lalu membuat persiapan.

Tidak berapa lama kemudian, penyu datang berkunjung lagi,”Cepat naik keatas perahu, bencana tsunami sudah datang! Cepat naik keatas perahu dan ikut saya meninggalkan tempat ini, saya akan membawa anda ketempat yang aman.”

Orang kaya ini lalu naik keatas perahu, mengikuti penyu menuju ketempat yang aman.

Pada saat ini air bah mulai menyerang, ditempat yang jauh dia melihat tsunami tersebut yang tingginya bagaikan sebuah dinding menyerang, gemuruh suara air, suara jeritan manusia, suara ombak menyerang dan menyapu habis tempat yang dilalui.

Orang kaya ini duduk diatas perahu, tiba-tiba dia melihat ada seekor ular yang sedang mengikuti belakang perahunya, lalu dia menolong ular ini naik ke atas perahunya.

Beberapa saat kemudian dia melihat seekor srigala yang tak berdaya sedang terbawa arus, lalu dia menolong srigala ini.

Penyu yang melihat perbuatan orang kaya ini, sangat mengaguminya.

Tidak berapa lama kemudian, dia melihat seorang manusia sedang terapung diatas air, sedang berjuang mati-matian sambil berteriak ,”Tolong! Tolong saya!”.

Melihat kejadian ini orang kaya ini berkata,” Cepat tolong dia!”

Tetapi sekali ini, penyu dengan tegas menolaknya, “Jangan menolong dia!, hati manusia tidak bisa diduga dia akan membalas budinya dengan air tuba, dia akan mengkhianati anda, jangan menolong dia!”

Orang kaya ini berkata, “Apa yang engkau katakan benar juga, tetapi semua binatang yang meminta tolong juga sudah saya selamatkan, apalagi manusia yang hampir tenggelam meminta pertolong tidak saya selamatkan, saya tidak tega!”

Akhirnya dengan susah payah mereka dapat mengangkat orang tersebut masuk kedalam perahu.

Penyu melihat nasehatnya tidak berguna, dia hanya bisa menghela nafas dan berkata,”Ehm! Orang baik hati, dikemudian hari engkau akan menyesal!”

Perahu orang kaya ini mengikuti penyu, akhirnya mereka tiba ditempat yang selamat yang bebas dari air bah.

Penyu berpamitan dengan orang kaya ini, ular dan srigala juga berpamitan pergi meninggalkannya mencari tempat tinggal yang aman.

Srigala bertemu dengan sebuah gua, dengan tenang dia tinggal didalam gua.

Pada suatu hari, dia menemukan 100 batang emas yang ditanam didalam tanah oleh orang purbakala, dia merasa sangat gembira dan berpikir,”ha..haa.! Sekali ini saya dapat mempergunakannya untuk membalas budi!”

Dengan tergesa-gesa dia keluar dari gua pergi mencari orang kaya ini, dan berkata :”Saya berhutang budi kepada anda yang telah menyelamatkan jiwa saya, didalam hati saya selalu teringat kepada budi ini, engkau kan tahu, saya adalah binatang yang tinggal didalam gua yang berada dihutan, saya menemukan lebih kurang 100 batang  emas ditempat tinggal saya yang baru.

Gua ini bukan kuburan, juga bukan tempat tinggal manusia, saya juga tidak merampas dan mencuri untuk mendapatkan batang emas yang begitu banyak, saya akan dengan sukarela menyerahkan batangan emas ini untuk membalas budi kebaikan anda terhadap saya.”

Orang kaya ini berpikir,” Jika saya tidak mengambil emas ini akan sia-sia saja di gua didalam hutan, lebih bagus saya mengambilnya untuk membantu para fakir miskin.”

Akhirnya dia mengikuti srigala itu menuju gua mengambil batangan emas tersebut.

Orang yang ditolong orang kaya ini, melihat begitu banyak batangan emas, sifat tamaknya timbul, lalu dia berkata, “Bagilah emas tersebut kepada saya!”

Orang kaya ini memberi dia 10 batang emas.

Tetapi orang ini menolak karena dianggap terlalu sedikit, dia ingin separuh dari emas itu, dia lalu mengancam orang kaya ini, “Baiklah, jika engkau tidak mau memberikan kepada saya separuh, saya akan melaporkan anda kepada polisi mengatakan engkau telah mengkorek kuburan orang lain dan merampas batangan emas ini, engkau akan dipenjara!”

Orang kaya berkata, “Semua yang engkau katakan adalah bohong! Sekarang bencana tsunami baru berlalu, banyak orang miskin yang memerlukan pertolongan, saya akan membagi uang ini kepada mereka, saya tidak dapat memberikan semua ini kepada anda!”

Orang ini melihat orang kaya ini bersikeras dan dia tahu akalnya tidak bisa berjalan lancar, lalu dia berpikir,”Baiklah! Jika engkau tidak memberikan jatah yang saya minta jangan harap engkau dapat hidup dengan tenang!” Dia betul-betul melapor kepada polisi.

Polisi menangkap orang kaya ini dan memenjarakannya.

Srigala dan ular mendengar kabar ini menjadi panik, mereka lalu berpikir, “Harus mencari akal menyelamatkan orang kaya ini keluar dari penjara.”

Ular setelah berpikir sejenak, lalu dia berteriak, “Saya mempunyai akal untuk menyelamatkan dia.”

Setelah berpikir demikian dia lalu masuk kedalam hutan mencari sejenis rumput yang sangat istimewa, sambil menggigit rumput tersebut dia masuk kedalam penjara.

Dia melihat orang kaya ini wajah sangat kuyu dan terduduk lemas disana, hatinya sangat sedih; dengan diam-diam dia berkata kepada orang kaya ini,”Jangan khawatir, dan jangan sedih, saya datang menolong anda.

Rumput obat ini engkau cepat simpan dulu, saya akan segera pergi ke istana menggigit putra mahkota, racun saya adalah racun yang sangat berbahaya, didunia ini hanya rumput obat ini yang dapat menyelamatkan nyawanya, tidak ada satu jenis obatpun yang bisa menolong nyawanya.

Setelah putra mahkota digigit oleh saya, raja pasti akan mencari tabib yang paling pintar untuk mengobatinya, engkau bisa menggunakan kesempatan mengobati putra mahkota untuk keluar dari penjara ini”.

Setelah berkata demikian, ular lari ke istana menggigit putra mahkota, nyawa putra mahkota terancam, raja menjadi sangat panik, berbagai tabib terkenal dan obat-obat mahal tidak bisa menyembuhkan putra mahkota, nyawa putra mahkota diambang maut, raja menyampaikan titahnya’ Siapapun yang bisa menyelamatkan putra mahkota akan saya angkat menjadi perdana menteri yang akan membantu saya memimpin negara ini.”

Titah raja sampai dipenjara, orang kaya ini segera berkata dia dapat menyembuhkan putra mahkota. Benar saja ketika putra mahkota memakan obat rumput itu racunnya segera hilang, putra mahkota segera sembuh, raja sangat lega, hatinya sangat gembira berkata kepada orang kaya ini.”Kenapa engkau bisa dipenjara?” Orang kaya ini lalu menceritakan kejadian yang menimpanya.

Raja setelah mendengar ceritanya menghela nafas,” Ehmm! Semua ini adalah kesalahan saya, saya sungguh tidak memahami kejadian yang terjadi diluar istana, sehingga membuat engkau menderita!” Raja lalu memerintahkan pasukannya menangkap dan menghukum mati orang yang tidak tahu berbalas budi itu, mengangkat orang kaya ini menjadi perdana menteri, bersama-sama dengannya bahu membahu memimpin negara ini dengan  baik. (Erabaru/hui)

Jumat, 22 Oktober 2010

Di Sana Ada Kekuatan

FuturePower

Ada kekuatan di dalam cinta, dan orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat karena ia bisa mengalahkan keinginannya untuk mementingkan diri sendiri.


Ada kekuatan dalam tawa kegembiraan, dan orang tertawa gembira adalah orang yang kuat karena ia tidak pernah terlarut dengan tantangan dan cobaan.


Ada kekuatan di dalam kedamaian diri, dan orang yang dirinya penuh damai bahagia adalah orang yang kuat karena ia tidak pernah tergoyahkan dan tidak mudah diombang-ambingkan.


Ada kekuatan di dalam kesabaran, dan orang yang sabar adalah orang yang kuat karena ia sanggup menanggung segala sesuatu dan ia tidak pernah merasa disakiti.
Ada kekuatan di dalam kemurahan, dan orang yang murah hati adalah orang yang kuat karena ia tidak pernah menahan mulut dan tangannya kntuk melakukan yang baik bagi sesamanya.


Ada kekuatan di dalam kebaikan, dan orang yang baik adalah orang yang kuat karena ia bisa selalu mampu melakukan yang baik gagi semua orang.


Ada kekuatan di dalam kesetiaan, dan orang yang setia adalah orang yang kuat karena ia bisa mengalahkan nafsu dan keinginan pribadi kengan kesetiaannya kepada Allah dan sesama.


Ada kekuatan di dalam kelemahlembutan, dan orang yang lemah lembut adalah orang yang kuat karena ia bisa menahan diri untuk tidak membalas dendam.


Ada kekuatan di dalam penguasaan diri, dan orang yang bisa menguasai diri adalah orang yang kuat karena ia bisa mengendalikan segala nafsu
keduniawian.


Disitulah semua letak-letak dimana Kekuatan Sejati berada. Dan sadarlah
bahwa kita juga memiliki cukup kekuatan untuk mengatasi segala masalah kita.
Dimanapun juga, seberat dan serumit apapun juga.


Hidup ini sederhana…
Hidup ini sungguh sederhana…
Tidak menilai apapun…
Syukuri apa yg dialami saat ini…
Maka bahagia bertubi menyirami

Senin, 18 Oktober 2010

Bai Fang Li: Memberi dalam Kekurangan

Bai Fang Li

Namanya BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.


Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Dia melalang dijalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.


Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.


Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.


Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, diruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, diruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng.


Dipojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.
Bai Fang Li tinggal sendirian digubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.


Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin.

Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.
Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat dipundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar dimukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.


Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ketempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu kemulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga.


Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.


“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak tahu, ayah ibu saya pemulung. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil” sahut anak itu.
Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.
Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.


Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.


Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam delapan malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan pembeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.
Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmmm… tapi masih cukup bagus… gumannya senang.


Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, ditengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.
“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.


Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu.
Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu Rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.


Bai Fang Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan” katanya dengan sendu. Semua guru di sekolah itu menangis.


Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan.
Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesarRMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta Rupiah jika tidak salah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.


Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan “Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa.”

Jumat, 15 Oktober 2010

Cinta Sejati-Mencintai Apa Adanya

my-love-fountain-2

- Patut di baca :
Buat yang blm saja menikah,
Buat yang sudah menikah,
Buat yang akan menikah
...dan Buat yang sedang mencari,
Buat semuanya dech......


Jika kamu memancing ikan, setelah ikan îτϋ terikat di mata kail, hendaklah kamu mengambil Ikan îτϋ.


Janganlah sesekali kamu lepaskan ia ќεmbali ќε dalam air begitu saja...
Karena ia akan sakit oleh karena bisanya ќεtajaman mata kailmu dan mungkin ia akan menderita selama hidupnya. Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang. Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya...


Janganlah sesekali kamu meninggalkanγa begitu saja.
Karena ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan segalanya selamanγa.
Jika kamu memiliki seseorang, terimalah seadanya.


Janganlah kamu terlalu mengaguminγά
dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa..
Anggaplah ia manusia biasa. Apabila sekali ia melakukan kesalahan bukan mudah bagi kamu untuk menerimanya.
Akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannγa.


Sedangkan jika kamu memaafkannγa boleh jadi hubungan kamu akan terus, hingga kepada akhirnya... ✽ Jika kamu telah memiliki sepiring nasi... Yang pasti baik untuk dirimu, mengenyangkan, berkhasiat. Mengapa kamu mencoba mencari makanan yang lain? Terlalu ingin mengejar kelezatan. kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak dapat memakannya. Kamu akan menyesal.

✽ Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seseorang... Yang membawa kebaikan ќεpada dirimu, menyayangimu, mengasihimu. Mengάpά kamu mencoba membandingkannγά dengan yang lain? Terlalu mengejar kesempurnaan. kelak, kamu akan kehilangannγa Jadi, sayangi & cintailah pasanganmu ♥

Jumat, 08 Oktober 2010

MANTEL KUNING

mantel kuning

Rinai hujan selalu membuat saya terharu. Rintiknya, mengingatkan pada masa-masa yang telah lalu. Begitu pula hari ini. Dulu, sewaktu kecil, saya ingin sekali punya mantel hujan. Kuning, itu warna yang saya inginkan. Teman-teman saya yang lain telah memilikinya, dan mereka tampak gagah dengan mantel itu. Untuk anak kelas 2 SD, semua yang berwarna cerah, akan selalu tampak indah. Namun sayang, Ibu tak punya cukup uang untuk membelinya. Walau sempat kecewa, saya harus menurut, dan menahan keinginan untuk mempunyai mantel kuning itu.


Walau begitu, saya tetap kesal. Dan rasa itu memuncak ketika saya harus pulang dari sekolah. Hari itu hujan begitu deras. Saya makin kecewa dengan Ibu. Sebab, jika ada mantel, tentu saya tak perlu kena hujan, dan bisa bergabung bersama teman-teman yang lain. Kesal, dan marah, begitulah yangsaya rasakan saat itu. Sementara yang lain tertawa dan menikmati hujan, saya harus berjalan pulang dengan tubuh yang basah kuyup.


Ah..di tengah perjalanan, saya bertemu dengan Ibu. Dia tampak membawakan payung untuk saya. Karena terlanjur marah, saya tak menerima payung itu, dan ngambek, untuk tetap pulang tanpa payung. Walau begitu, ia tampak ingin melindungi saya dengan payungnya. Mendekap, agar saya tak terlalu basah terkena hujan. Hujan makin deras, dan kami pun berjalan pulang, walau saya tetap ngambek dan menolak untuk di payungi. Sesampainya di rumah, tingkah itu terus saya perbuat. Saya tetap menolak untuk berganti pakaian. Akhirnya dengan sedikit terpaksa, hal itu saya selesaikan. Ibu, kemudian datang dengan handuk, dan langsung menyelubungi saya dengan handuk itu. Ada kehangatan yang segera menyergap. Saya menjadi lebih tenang. Tetap, tak ada kata-kata yang keluar dari Ibu, selain terus menghangatkan saya dengan handuk itu. Tangannya terus membersihkan setiap air hujan yang ada di badan. Diseka nya kepala saya, agar tak nanti tak membuat sakit. Masih dalam diam, Ibu kemudian memberikan pakaian ganti. Setelah itu, dia masih menyodorkan teh manis hangat buat saya. Ya, segelas teh manis, sebab, susu coklat, adalah hal yang jarang saya rasakan saat itu. Ya, kehangatan kembali hadir dalam tubuh. Walau saya mungkin tak mengerti apapun, saya yakin, ada kehangatan lain yang diberikan Ibu saat itu.


Ya, teman, begitulah. Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning seperti yang saya impikan. Namun, payungnya telah membuat saya aman. Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning untuk terhindar dari hujan, namun, dekapannya membuat saya terhindar dari apapun. Ibu mungkin tak mampu membelikan saya mantel kuning itu, namun, handuk hangatnya melebihi setiap kehangatan yang mampu diberikan setiap mantel. Ibu mungkin tak mampu membelikan mantel kuning, namun, usapan lembutnya, adalah segalanya buat saya.


Ibu mungkin tak menjemput saya dengan mobil atau kendaraan lain, namun lingkaran tangannya di tubuh saya, adalah dekapan yang paling indah. Ibu mungkin tak bisa memberikan susu coklat, namun, teh manisnya, lebih berharga dari apapun. Ibu mungkin tak bisa memberikan saya banyak hal lain, namun, dekapan, usapan, uluran tangan, perhatian, kasih sayang, sudah cukup sebagai penggantinya.


Ya, rintik hujan selalu membuat saya terharu. Terima kasih buat Ibu yang tak membelikan saya mantel kuning. Karena, apa yang telah diberikannya selama ini, jauh melampaui semuanya.


terkadang ukuran cinta yg diberikan ortu kita, tak bisa dinilai dg brp banyak materi ato warisan yg diberikan kpd kita. Namun.......... cinta, kasih sayang dan perlindungan yg mereka berikan, itulah yg menjadi harta terbesar yg pernah kita dapatkan

Minggu, 12 September 2010

Pay It Forward

pay_it_4ward

Saat terlintas keraguan apakah mungkin perbuatan baik yang kecil dan sederhana yang kita lakukan kepada orang lain akan mampu mempengaruhi kehidupan mereka, mungkin Film “PAY IT FORWARD” bisa menjadi pendorong yang memberikan kita semangat untuk selalu tidak jemu-jemu berbuat baik kepada orang lain.

Kisahnya bercerita tentang seorang anak umur delapan tahun bernama Trevor yang berpikir jika dia melakukan kebaikan kepada tiga orang disekitarnya, lalu jika ke tiga orang tersebut meneruskan kebaikan yang mereka terima itu dengan melakukan kepada tiga orang lainnya dan begitu seterusnya, maka dia yakin bahwa suatu saat nanti dunia ini akan dipenuhi oleh orang-orang yang saling mengasihi. Dia menamakan ide tersebut: “PAY IT FORWARD”

Singkat cerita, Trevor memutuskan bahwa tiga orang yang akan menjadi bahan eksperimen adalah mamanya sendiri (yang menjadi single parent), seorang pemuda gembel yang selalu dilihatnya dipinggir jalan dan seorang teman sekelas yang selalu diganggu oleh sekelompok anak-anak nakal.

Percobaan pun dimulai : Trevor melihat bahwa mamanya yang sangat kesepian, tidak punya teman untuk berbagi rasa, telah menjadi pecandu minuman keras. Trevor berusaha menghentikan kecanduan mamanya dengan cara rajin mengosongkan isi botol minuman keras yang ada dirumah mereka, dia juga mengatur rencana supaya mamanya bisa berkencan dengan guru sekolah Trevor.Sang mama yang melihat perhatian si anak yang begitu besar menjadi terharu, saat sang mama mengucapkan terima kasih, Trevor berpesan kepada mamanya “PAY IT FORWARD, MOM”

Sang mama yang terkesan dengan yang dilakukan Trevor, terdorong untuk meneruskan kebaikan yang telah diterimanya itu dengan pergi ke rumah ibunya (nenek si Trevor), hubungan mereka telah rusak selama bertahun-tahun dan mereka tidak pernah bertegur sapa, kehadiran sang putri untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan diantara mereka membuat nenek Trevor begitu terharu, saat nenek Trevor mengucapkan terima kasih, si anak berpesan :”PAY IT FORWARD, MOM”

Sang nenek yang begitu bahagia karena putrinya mau memaafkan dan menerima dirinya kembali, meneruskan kebaikan tersebut dengan menolong seorang pemuda yang sedang ketakutan karena dikejar segerombolan orang untuk bersembunyi di mobil si nenek, ketika para pengejarnya sudah pergi, si pemuda mengucapkan terima kasih, si nenek berpesan : “PAY IT FORWARD, SON”.

Si pemuda yang terkesan dengan kebaikan si nenek, terdorong meneruskan kebaikan tersebut dengan memberikan nomor antriannya di rumah sakit kepada seorang gadis kecil yang sakit parah untuk lebih dulu mendapatkan perawatan, ayah si gadis kecil begitu berterima kasih kepada si pemuda ini, si pemuda berpesan kepada ayah si gadis kecil : “PAY IT FORWARD, SIR”

Ayah si gadis kecil yang terkesan dengan kebaikan si pemuda, terdorong meneruskan kebaikan tersebut dengan memberikan mobilnya kepada seorang wartawan TV yang mobilnya terkena kecelakaan pada saat sedang meliput suatu acara, saat si wartawan berterima kasih, ayah si gadis berpesan:”PAY IT FORWARD”

Sang wartawan yang begitu terkesan terhadap kebaikan ayah si gadis, bertekad untuk mencari tau dari mana asal muasalnya istilah “PAY IT FORWARD” tersebut, jiwa kewartawanannya mengajak dia untuk menelusuri mundur untuk mencari informasi mulai dari ayah si gadis, pemuda yang memberi antrian nomor rumah sakit, nenek yang memberikan tempat persembunyian, putri si nenek yang mengampuni, sampai kepada si Trevor yang mempunyai ide tersebut.

Terkesan dengan apa yang dilakukan oleh Trevor, Si wartawan mengatur agar Trevor bisa tampil di Televisi supaya banyak orang yang tergugah dengan apa yang telah dilakukan oleh anak kecil ini. Saat kesempatan untuk tampil di Televisi terlaksana, Trevor mengajak semua pemirsa yang sedang melihat acara tersebut untuk BERSEDIA MEMULAI DARI DIRI MEREKA SENDIRI UNTUK MELAKUKAN KEBAIKAN KEPADA ORANG-ORANG DISEKITAR MEREKA agar dunia ini menjadi dunia yang penuh kasih.

Namun umur Trevor sangat singkat, dia ditusuk pisau saat akan menolong teman sekolahnya yang selalu diganggu oleh para berandalan, selesai penguburan Trevor, betapa terkejutnya sang Mama melihat ribuan orang tidak henti-hentinya datang dan berkumpul di halaman rumahnya sambil meletakkan bunga dan menyalakan lilin tanda ikut berduka cita terhadap kematian Trevor. Trevor sendiripun sampai akhir hayatnya tidak pernah menyadari dampak yang diberikan kepada banyak orang hanya dengan melakukan kebaikan penuh kasih kepada orang lain.

Mungkinkah saat kita terkagum-kagum menikmati kebaikan Tuhan di dalam hidup kita, dan kita bertanya-tanya kepada Tuhan bagaimana cara untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepadaNya, jawaban Tuhan hanya sesederhana ini: “PAY IT FORWARD to OTHERS around YOU (Teruskanlah itu kepada orang lain yang ada disekitarmu)”