Rabu, 24 November 2010

Pancaran Sinar

cahaya-lilin

Di sebuah desa di daerah utara yang mempunyai  musim dingin yang panjang  sepanjang tahun, tinggallah sekitar 10 keluarga.

Walaupun penduduk desa ini sepanjang tahun bekerja keras, hasil pencaharian mereka hanya cukup untuk hidup pas-pasan.

Kehidupan mereka sangat sederhana dan hemat. Ketika malam hari tiba, gadis-gadis di desa ini akan berkumpul mengerjakan pekerjaan tangan seperti menyulam untuk tambahan kebutuhan hidup.

Namun untuk penerangan memerlukan uang untuk membeli lilin. Oleh sebab itu gadis-gadis desa ini sepakat setiap malam akan berkumpul di rumah salah seorang untuk bersama-sama bekerja. Mereka akan membagi rata uang lilin, dengan demikian bisa menghemat.

Ada seorang gadis yang sangat miskin yang sama sekali tidak sanggup membeli lilin. Setiap malam dia juga pergi ke rumah tempat gadis-gadis desa berkumpul untuk menyulam di sana.

Setelah beberapa waktu berlalu, gadis-gadis yang setiap hari bergantian membeli lilin ini mulai merasa keberatan, mereka mulai ingin mengusir dia keluar dari tempat itu.

Gadis ini melihat perbuatan teman-teman sepermainannya sejak kecil, tidak marah, malahan dengan sopan dia berkata kepada mereka.

”Saya tidak sanggup membeli lilin, oleh sebab itu saya sering datang kesini meminjam cahaya, saya tidak bisa mengeluarkan uang sepersen pun untuk perkumpulan ini,  tetapi banyak atau sedikit saya bisa membantu dengan tenaga saya."

"Setiap malam saya datang lebih cepat, setelah sampai saya membersihkan rumah ini, merapikan semua meja dan kursi."

"Setelah kalian semua tiba, tempat duduk tidak cukup, saya selalu duduk dibelakang kalian, meminjam sedikit cahaya yang dipancarkan melalui dinding untuk melakukan pekerjaan menyulam."

"Saya sama sekali tidak merepotkan kalian, kenapa kalian demikian pelit tidak mau memberikan kepada saya sedikit cahaya yang dipancarkan dari dinding?” Ujar gadis miskin itu.

Gadis-gadis ini setelah mendengar perkataan gadis miskin ini merasa sangat malu, lalu mereka memutuskan mulai saat itu akan mengangkat gadis ini sebagai pemimpin tempat kerja mereka.

Jangan pelit terhadap sedikit cahaya yang dipancarkan melalui dinding, kelapangan dada anda yang kecil ini, mungkin terhadap orang lain adalah bantuan besar yang sangat berharga. (Erabaru/hui)

Senin, 15 November 2010

Rubah Cara Pandang Anda

bahagia

Beberapa minggu yang lalu, saya mengeluh kepada kakak saya karena harus membawa anak saya ke dokter anak.

Kakak saya berkata, "Coba rubah cara pandangmu. Bukankah itu seharusnya membuatmu lebih bahagia?"

Baiklah....Gagasan untuk membuat suatu kegiatan yang tidak menyenangkan tampak menyenangkan, hanya dengan mengubah cara Anda berpikir tentang hal ini terdengar konyol. Meskipun demikian, saya memutuskan untuk mencobanya dan ternyata benar!

Saya selalu takut janji dokter anak. Anak saya merengek dan mengeluh dan tampaknya memerlukan suntikan setiap saat.

Tapi ketika saya berpikir tentang hal itu dari sudut pandang berbeda, mengatakan pada diriku sendiri, saya suka membawanya ke dokter, sikap saya berubah.

Saya menyadari bahwa saya ingin melakukan pekerjaan ini. Saya ingin menjadi orang yang mendengar apa kata dokter. Saya ingin menjadi orang yang berkonsultasi bagaimana caranya agar anak saya lebih sehat dan menyiapkan menu bergizi. Saya ingin menjadi orang yang memberikan ciuman untuknya dan permen lolipop setelah kunjungan dan menerima senyum manisnya.

Saya beruntung bahwa saya bisa melakukan hal-hal ini.

 Saya mencoba strategi yang sama ketika merapikan tempat tidur. Suatu pekerjaan harian yang tak butuh banyak berfikir.

Sekarang, daripada berpikir, alangkah membosankan, kataku pada diri sendiri, Saya suka melakukan hal ini. Mengapa? Karena usaha satu menit itu membuat seluruh kamar tidur saya lebih rapi dan enak dipandang. Ini adalah cara yang positif untuk memulai hari saya.

Tentu saja, cara ini tidak bekerja dalam segala situasi. Namun aku terkejut oleh karena pikiran positif ternyata membuat perbedaan. Cobalah. Mungkin Anda akan menemukan kesenangan tersendiri saat harus mencuci mobil.

Perencana Kebahagiaan: Lima Penguat Mood

Saya bersyukur atas begitu banyak hal dalam hidupku, tapi saya  mengakui bahwa kadang-kadang saya terjebak dalam pemikiran negatif. Untunglah, saya sudah menemukan beberapa cara untuk membebaskan diriku keluar darinya.


1. Berhenti Sejenak (Pause)

Menenangkan diri sesaat, contohnya mendengarkan lagu yang saya suka-seperti menekan tombol “pause” di diri saya -membantu saya melepaskan perasaan negatif. Setelah itu, saya akan menerapkan cara pikir yang menyenangkan bagi tugas-tugas yang akan saya hadapi.

2. Menghargai

Disaat dikepung pekerjaan kantor maupun pekerjaan rumah, saya luangkan waktu untuk menghargai berkah yang Tuhan berikan pada saya: keluarga saya: orangtua, atau suami dan anak-anak, dan teman-teman baik saya. Ini menempatkan semuanya dalam perspektif positif dan dapat melakukannya dengan penuh cinta.

3. Menulis

Ketika saya sedang kesal atau marah, saya menumpahkannya pada tulisan di kertas dan kemudian kertas itu saya  hancurkan dan buang ke tong sampah, melepas benda buruk amarah itu dari diri saya.

4. Bermain

Tidak mungkin bagi saya untuk bermuram durja ketika bermain dengan hewan peliharaan saya. Dia selalu membuat saya tertawa.

5. Percaya bahwa Tuhan

Percaya bahwa Tuhan lebih besar dari masalah yang saya hadapi adalah alasan yang cukup bagi saya untuk menjadi positif. (Erabaru/isw)

Jumat, 12 November 2010

Mundur Selangkah Demi Orang Lain

mundur-selangkah

Di sebuah jalan raya tinggal dua keluarga yaitu Li dan Chang. Bila kita melewati rumah keluarga Chang, sering terdengar suara ribut-ribut, jika bukan suara berkelahi, tentu suara orang memaki, menangis dan melempar barang.

Sedangkan di seberang jalan di rumah keluarga Li, sering terdengar orang berbicara dengan sopan, lemah lembut dan sering terdengar suara bercanda dan suara orang tertawa gembira.

Suatu hari Chang bertemu dengan Li, dengan heran dia bertanya kepada Li, “Sungguh heran, kenapa dirumah kalian sering terdengar suara tertawa gembira, tidak pernah terdengar suara pertengkaran? Bagaimana bisa begitu?”

Li berkata,"Setiap anggota keluarga kami selalu mengganggap dirinya bersalah, sedangkan setiap anggota keluarga kamu selalu mengganggap dirinya ada orang yang benar.”

“Kenapa bisa begitu, orang aneh, didunia ini mana ada orang yang mengatakan dirinya sendiri orang yang bersalah?”

Li melanjutkan perkataannya,”Pada suatu hari di tangga rumahmu ada sebuah gelas diletakkan di anak tangga, gelas itu diletakkan oleh Athe beberapa waktu yang lalu, ketika Achung melewati anak tangga tanpa sengaja menyenggol gelas tersebut sehingga pecah dan melukai kakinya, coba engkau terka apa yang dikatakannya?

Achung segera membuka mulutnya memaki, ”Athe, kenapa meletakkan gelas ini disini, lihat gara-gara kamu kaki saya terluka! Athe segera membalas, semua ini kesalahan kamu sendiri,  jalan tidak memakai mata! Heeeh! pantas saja terluka! Kemudian apa yang terjadi… tentu saja mereka berdua berkelahi.”

“Semua inikan hal yang normal?” Chang dengan tidak mengerti menjawab.

“Tidak… jika orang dirumah saya menyenggol gelas itu, akan berkata, ”Aduh! Saya sungguh tidak berhati-hati, sudah menyenggol pecah gelas ini, celaka, bagaimana jika nanti terpijak oleh orang lain .. lalu orang yang meletakkan gelas datang meminta maaf, maaf! Maaf!, tadi saya akan membawa gelas ini ke lantai atas tetapi tiba-tiba ada telepon masuk … saya lupa membawanya… maaf!”

“Lihat dengan demikian, bukankah hasilnya lebih bagus?”

Chang sekarang langsung mengerti maksud Li.

Setiap manusia ketika bergaul dengan orang lain dapat mengalah selangkah, bersikap sopan, penuh toleransi dengan orang lain, maka akan seperti keluarga Li ini.

Setiap orang tidak mengeluarkan kata-kata yang memaki, menggantikan memaki dengan meminta maaf, mengubah sifat marah menjadi penuh perhatian, bukankah dengan demikian semuanya akan berjalan dengan baik?.

Ttidak saja bisa merubah sebuah pertengkaran yang tidak seharusnya terjadi, membuat lebih banyak dosa dengan memaki, malah bisa mempererat hubungan satu sama lain.

Li berkata bahwa semua anggota keluarganya berpikir untuk mencari kesalahan kepada diri sendiri saat menemui konflik.

Apabila di dunia ini semua orang menganggap dirinya selalu benar, begitu menemui masalah menyalahkan keluar, mereka tidak dapat mengintropeksi diri sendiri terhadap kejadian yang terjadi dilingkungannya, sebaliknya, jika selalu mengganggap diri sendiri orang bersalah, selalu karena tidak berhati-hati membuat kesalahan, supaya tidak menyusahkan orang lain, dia akan senantiasa menjaga sikapnya, akan selalu intropeksi diri, bukankah demikian?

Semoga Anda juga selalu memperhatikan orang disekitar Anda, membuat masalah besar menjadi masalah kecil, masalah kecil menjadi sirna. Mundur selangkah demi orang lain, Anda akan menyadari hubungan antara manusia sebenarnya tidak serumit yang Anda bayangkan. (Erabaru/hui)

Rabu, 27 Oktober 2010

Cara Terbaik Hapus Rasa Dendam

compassion-memaafkan

Penulis terkenal Uni Soviet yang bernama Yevgeny Tymoshenko menulis dalam autobiografinya sebuah cerita yang menarik: Pada musim dingin tahun 1944, di Moskow dilanda cuaca dingin yang tidak biasanya, 2000 tawanan perang Jerman sedang berbaris di jalanan yang ada di Moskow.

Meskipun langit masih turun hujan salju yang deras, banyak orang berkerumunan di kedua sisi trotoar jalan, Sejumlah besar tentara Soviet dan polisi keamanan berjaga antara para tawanan dan penonton, dan membuat penjagaan untuk mencegah para tawanan Jerman diserang massa yang marah. perang

Mayoritas dari penonton adalah wanita yang terdiri dari yang tua sampai yang muda, mereka adalah penduduk yang berasal dari pendesaan di sekitar Moskow.

Keluarga mereka ada yang suami, ayah, abang, adik dan anak semuanya menjadi korban perang agresi yang dilakukan tentera Jerman, mereka semua adalah korban langsung dari agresi perang tersebut, mereka sangat membenci tentera Jerman ini.

Ketika batalyon tentera jerman yang tertangkap muncul dihadapan para wanita tersebut, mereka semuanya mengepalkan tangannya dengan rasa marah, kalau bukan karena didepan mereka ada tentera Uni Soviet dan polisi yang memblokir didepan, mereka pasti akan menyerbu kearah tentera jerman ini membunuh dan mencincangnya menjadi hancur lebur demi membalas sakit hati mereka.

Semua tentera Jerman ini menundukkan kepala mereka, berjalan melewati massa, hati mereka sangat kecut melihat pancaran kemarahan kerumunan massa, tiba-tiba, seorang perempuan tua yang memakai pakaian tua yang sudah koyak keluar dari kerumunan massa, berjalan ke arah polisi, minta polisi mengizinkannya berjalan mendekati garis perbatasan polisi untuk melihat dari dekat tawanan perang ini.

Polisi melihat wajah perempuan tua ini sangat berbelas kasih, sama sekali tidak ada niat jahat, polisi lalu mengizinkannya, akhirnya wanita tua ini berjalan mendekati tawanan perang ini, perlahan-lahan dari dadanya dia mengeluarkan sebuah kantung plastik.

Ia membuka kantong plastik itu, didalamnya berisi sepotong roti, dengan malu-malu dia menyodorkan roti ini ke saku seorang tawanan perang muda yang pincang sehingga berjalan dengan menggunakan tongkat penyangga, dan kelihatan sangat kelelahan.

Pemuda ini memandang terbingung kepada perempuan tua ini sejenak, seketika airmata membasahi wajahnya. Dia melepaskan tongkat penyangganya “gedebuk” berlutut diatas tanah bersujud berkali-kali kepalanya diatas tanah dihadapan perempuan tua yang  baik hati ini, tawanan perang yang lain melihat perbuatannya ini terkontak lalu mereka beramai-ramai berlutut dan bersujud dengan kepala meminta maaf kepada para wanita yang ada disana.

Akhirnya suasana marah diantara kerumunan massa langsung berubah. Para wanita ini sangat tersentuh oleh adengan yang ada didepan mata mereka, lalu mereka berduyun-duyun lari menuju kearah tawanan perang, ada yang menyodorkan roti, minuman dan lain sebagainya kepada tawanan perang yang dahulunya adalah musuh mereka.

Diakhir ceritanya Yevgeny Tymoshenko menuliskan sebaris kalimat yang sungguh mengesankan “Perempuan baik hati ini, dalam sekejap dengan belas kasih dan sifat toleransinya mencairkan kebencian yang ada di hati kerumunan massa, dan menaburkan kasih dan damai didalam hati mereka semua.”

Musuh tidak bisa dimusnahkan dengan kekerasan. Cara terbaik untuk memusnahkan musuh adalah dengan cinta mengubah mereka menjadi teman.

Moral dari kisah ini : kebencian tidak pernah dapat mengatasi kebencian, hanya dengan kasih sayang  yang sejati dapat mengatasi kebencian dan rasa dendam. (Erabaru/hui)

Kekuatan Sepucuk Surat

menulis-surat

Mengambil pulpen dan menulis di atas kertas sepertinya membuang-buang waktu, jika dibandingkan dengan menulis email.

Tetapi kadang kala kata-kata yang sangat berarti, adalah yang ditulis lewat tulisan tangan.

Hanya dengan membuka amplop dan membuka lipatan surat saja akan memberikan kepuasan bagi kita. Dan ketika kita telah selesai membaca surat tersebut, kita masih dapat menyimpannya dan membacanya lain kali.

Meskipun surat tersebut mungkin akan menguning seiring dengan berjalannya waktu, surat tersebut dapat melampaui waktu. Berikut ini, tiga wanita membagikan kepada kita surat-surat yang sangat menyentuh kehidupan mereka.

Ayah mengetahui yang Terbaik

sloane

Sebuah kotak terletak diatas meja saya. Di dalamnya terdapat koleksi surat-surat yang sangat berarti dan berharga, yang pernah saya terima. Surat-surat tersebut dari ayah saya, yang meninggal karena kanker pada tahun 1997.

Ayah saya menulisnya untuk saya dan kedua adik  saya. Mungkin surat tersebut tidaklah ditulis di atas kertas mewah ataupun menggunakan pulpen yang mahal, tetapi surat-surat tersebut memenuhi setiap relung dalam hati saya.

Saya masih kelas 2 SD ketika ayah saya didiagnosa menderita kanker. Beliau meninggal sekitar setahun setelahnya.

Dalam waktu setahun tersebut, ketika menjalani serangkaian kemo terapi dan juga pembedahan, ayah saya dapat mengumpulkan kekuatannya untuk duduk dan menulis mengenai memori-memorinya dan juga kata-kata bijak untuk anak perempuannya.

Beliau menulis sekitar 25 surat secara keseluruhan – beberapa untuk kita bertiga, beberapa hanya ditujukan kepada masing-masing pribadi.

Ibu kami menyimpannya sampai kami siap untuk membacanya. Kadang kala ayah saya menulis kejadian kejadian sepele : Bagaimana Ali, bayi dalam keluarga kita, apakah balita itu telah dapat berlari lari mengitari rumah dan memanggil “Pa-Pa.” Senyum di wajah McKenzie yang berumur 5 tahun ketika dia membawa boneka beruang untuknya.

Selain itu ayah juga menulis mengenai permasalahan penting. Mengenai rokok, obat-obatan dan alkohol, beliau menulis, “Seseorang akan menyukai kita apa adanya, bukan karena kita memakai hal-hal tersebut. Seseorang yang mampu terlihat menarik  dan luwes dalam pergaulan tanpa tergantung pada hal-hal tersebut akan mempunyai kepribadian yang membuat orang-orang ingin bersamanya dalam jangka waktu lama.”

Dan nasehat beliau mengenai dunia kuliah dan pekerjaan, yang berkaitan dengan saya yang saat ini yang menginjak umur 21 tahun: “Ingatlah selalu, seperti sebuah rantai hanya akan kuat jika sambungan antaranya kuat, seseorang akan kuat dengan memperkuat dimensi kelemahannya. Tetaplah berusaha.”

Tiga belas tahun telah berlalu sejak meninggalnya ayah saya, dan dalam jangka waktu tersebut, banyak yang telah terjadi: McKenzie dan saya duduk di bangku kuliah, Ali telah masuk sekolah tinggi, dan sudah waktunya bagi saya untuk mencari pekerjaan.

Kami telah melewati kencan pertama kami, kami telah memenangkan kejuaraan negara bagian kami yang pertama dan kami telah jatuh cinta.

Ayah saya tidak berada bersama dengan kami, secara fisik, tetapi kami dapat merasakan kehadirannya karena surat-suratnya. Kadang kala, ketika saya bimbang atas keputusan yang saya buat, saya akan membaca kembali surat-surat tersebut. Kata-katanya membimbing dan menyemangati saya. Kekuatannya menginspirasi saya.

Ayah selalu mengakhiri surat-suratnya dengan kata-kata “Saya mencintaimu dengan sepenuh hati,” dan setiap kali saya membaca kata-kata tersebut, itu mengingatkan saya betapa beliau sangat mencintai –dan akan tetap mencintai – saya, adik adik saya, ibu saya, keluarganya dan juga teman-temannya. Saya tahu meskipun saya tidak dapat melihat ayah, dia selalu “hadir” di setiap sudut pertandingan sepak bola atau berdiri di luar ketika saya sedang menjalani wawancara pekerjaan, menyemangati saya. (Sloane Beaver)

“Kepada saya….”

sharon

Ketika saya berumur 32 tahun dan sangat kewalahan menghadapi hidup ini. Sedang hamil, bekerja dan memiliki dua orang anak. Saya melihat hidup saya seperti hilang dalam kesibukan mengganti popok, pertemuan bisnis dan kemacetan panjang.

Saya tahu kekacauan sangat parah sedang terjadi dalam hidup saya, tetapi saya sangat lelah untuk mengubahnya.

“Coba untuk tidak terlalu terburu buru setiap saat,” kata ibu saya suatu hari ketika saya mengantar anak saya ke rumahnya.

”Dan sebelum saya lupa, ini ada surat yang baru datang untukmu.” Dia memberikan sepucuk surat dari Universitas Emory, almameter saya.

Sepertinya waktu telah berlalu lama, sejak saya lulus kuliah. Dan beberapa tahun telah berlalu sejak saya menggunakan nama belakang ayah saya atau tinggal di rumah orang tua saya.

Penasaran, saya menurunkan anak saya dan membuka surat tersebut.

Untuk Sharon,

Bagaimana kabarmu? Atau seharusnya saya katakan, bagaimana kabar saya? Profesor psikologi kami meminta kami untuk menulis surat kepada diri kami sendiri di masa mendatang. Dia berjanji akan mengirimkan surat tersebut 10 tahun setelah kami lulus.

Jika kamu membacanya, pasti umur kamu sudah 32 tahun. Wow! Sangat tua. Masa kuliah telah lewat. Empat tahun kuliah yang diisi dengan belajar, mengerjakan tugas, ujian, diselingi berpesta dengan kawan-kawan. Saya harap kamu sudah menikah dan memiliki anak, dan juga pekerjaan di bidang jurnalisme atau di psikologi. Saya tidak ingin mempelajari semua pelajaran itu dengan sia-sia!

Salam, Sharon.

Jantung saya berdebar. Apakah saya telah dihubungi oleh masa lalu saya? Ingatan saya terhadap tugas tersebut telah terlupakan dan terbuang sejalan dengan kelulusan saya. Sepuluh tahun kemudian, surat tersebut tiba tanpa diduga, pada saat yang sangat tepat.

Ketika saya membaca dalam surat tersebut, kata-kata penuh harapan dan ringan, dari saya yang berumur 22 tahun, secara tiba-tiba saya melihat dunia saya menjadi terang.  Apa yang saya cita-citakan ketika kuliah dulu, telah menjadi kenyataan.

Tetapi dalam keadaan saya yang sekarang, saya tidak mampu untuk mensyukurinya. Masa lalu saya, masa sekarang dan masa depan layak mendapatkan yang lebih baik lagi. Saya tahu saya harus segera menyeimbangkan hidup saya.

Dalam jangka waktu enam bulan setelah saya membaca surat tersebut, suami saya, anak-anak saya dan saya pindah ke rumah baru. Rumah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan yang sebelumnya, tetapi telah memberi kelonggaran dalam hal kemacetan. Saya juga memutuskan untuk mengubah waktu kerja saya menjadi kerja paruh waktu – sesuatu yang sebelumnya tidak berani saya lakukan – sehingga memberi kesempatan kepada diri saya sendiri untuk bernafas.

Bulan April yang lalu, saya memasuki umur 43 tahun. Saya meniup lilin di kue ulang tahun saya, menidurkan anak-anak saya, dan duduk menulis surat untuk masa depan saya dalam sebuah jurnal – hal ini yang telah saya lakukan setiap tahun sejak ulang tahun saya yang ke-32. Dan setiap kali saya ingin menyemangati diri saya sendiri, saya akan membaca ulang beberapa surat tersebut. Saya tidak dapat berpikir hadiah yang lebih baik daripada surat-surat yang saya berikan pada diri saya sendiri setiap tahunnya. (Sharon Duke Estroff)

Melihat diri Saya Sendiri yang Sesungguhnya

leslie

Ketika saya masih duduk di sekolah tinggi, saya pergi berkemah dengan teman-teman kelas saya.

Suatu malam, seorang anak laki-laki tinggi besar bernama Tom yang ikut dalam program khusus di perkemahan tersebut, duduk di samping saya dekat perapian. Saya yakin dia sedang berusaha mendekati teman saya Barbara, si pirang yang sangat cantik. Anak laki-laki tersebut sangatlah tampan.

Tidak sebanding dengan saya, seorang anak perempuan sederhana berkacamata, yang tidak percaya diri dengan rambut yang berwarna kusam dan kaku. Tidak ada anak laki-laki tampan yang mau berbicara dengan saya.

Tetapi Tom tetap tinggal bahkan ketika Barbara telah pergi beristirahat ke tendanya, dan kami berbicara hingga perapian padam. Dia memberitahukan pada saya bahwa dia sedang menjalani program rehabilitasi kenakalan remaja. Dan saya memberitahukan padanya mengenai kehidupan lurus saya sebagai seorang remaja yang berkelakuan baik. Ketika kami berpisah, dia meminta alamat saya – untuk terus berhubungan, katanya, karena kita tinggal berjauhan. Tetapi, saya masih curiga kepadanya.

Seminggu kemudian, suratnya tiba. Dia menulis bagaimana dia sangat menikmati pembicaraan kami. Saya membalas suratnya, dan dalam surat berikutnya dia meminta foto saya untuk mengingatkan dia betapa cantiknya saya. Cantik? Dia pasti mengira saya adalah orang lain, pikir saya. Pasti bukan saya! Saya tetap mengambil kesempatan ini dan mengirimkan foto saya kepadanya.

Dalam surat balasannya, dia mengatakan bahwa saya lebih cantik dari yang diingatnya. Saya terus membaca kata-kata tersebut berulang kali. Dan semakin banyak saya membacanya, saya semakin percaya kata-kata tersebut benar. Ketika saya meninggalkan bangku sekolah sebulan kemudian, saya tidak lagi berpikir saya adalah anak perempuan jelek yang dikelilingi oleh anak-anak cantik. Saya merasa saya cantik.
Tom dan saya kehilangan kontak setelahnya, tetapi 25 tahun telah berlalu, saya masih menyimpan suratnya. Ketika setiap kali saya membacanya, itu mengingatkan saya bagaimana dia telah merubah persepsi keseluruhan tentang diri saya. Musim panas tersebut, untuk pertama kalinya dalam hidup saya, seorang anak laki-laki telah memilih saya. Dia mengatakan bahwa saya cantik. Dan saya juga merasakan rasa cantik tersebut! (Leslie Pepper)