Di sebuah kota ada sebuah kebun buah, di sana terdapat banyak pohon Phipha. Sejenis pohon dengan buah yang berwarna kuning dengan rasa sangat manis. Sementara daunnya dapat dijadikan obat.
Ada seekor burung setiap hari berkeliling di kebun buah ini, layaknya seorang petugas ronda kebun buah.
Setiap ada orang yang mendekati kebun buah ini, dia akan menjerit dengan keras. Apalagi kalau ada orang yang ingin memetik daun dan buah phipha, dia akan dengan histeris menjerit.
Jika kita dengan teliti mendengar jeritannya, akan terdengar seperti, ”Semua ini milikku! Semua ini milikku!”.
Setiap tahun ketika musim panen buah dia akan menjerit seperti itu.
Pada tahun ini, orang yang berkunjung ke kebun buah ini lebih banyak dari tahun yang lalu. Burung yang berada diantara kerumunan manusia ini menjerit lebih keras lagi, kelihatannya seperti panik. Tetapi semua orang sudah biasa mendengar jeritannya, dan tidak merasa aneh lagi.
Tidak ada yang menggubrisnya, semua orang dengan asyik memetik daun dan buah phipha. Burung kecil ini terus menjerit sampai muntah darah dan akhirnya mati.
Ada sekelompok bhiksu yang sedang dalam perjalanan pulang ke biara mendengar cerita ini. Setelah sampai di biara lalu bertanya kepada guru mereka kenapa burung ini menjerit sampaii mati?.
Gurunya pun mulai bercerita.
Dahulu kala ada seorang pemuda. Setelah kedua orang tuanya meninggal warisan dari orang tuanya sangat banyak. Setiap hari dia menghitung kekayaannya, dia menginginkan hartanya setiap hari semakin bertambah. Hasil kebun buah dan padi yang belum dipanen juga dimasukan kedalam hitungan kekayaannya.
Pemuda ini beranggapan di rumah lebih banyak satu orang makan akan menambah biaya pengeluaran yang lebih besar. Oleh sebab itu dia tidak mau menikah dan mempunyai anak. Pembantu rumahnya juga dipecat. Ketika dia sudah tua dan meninggal, hartanya diambil alih oleh pemerintah dan dijadikan kawasan hijau (taman umum), dikarenakan dia tidak memiliki ahli waris.
Burung kecil ini pada kehidupan yang lalu adalah pemuda yang pelit itu. Sifat dasar yang tamak dan pelit masih ada, dia beranggapan kebun buah ini masih miliknya, tidak menginginkan orang memetik buah di kebunnya. Oleh sebab itu dia terus menjerit.
”Semua ini milikku! Semua ini milikku!,” jeritnya. Menjerit sampai muntah darah dan mati.
Sifat tamak dan pelit yang tidak mempunyai keinginan untuk menderma, akan berakibat, 'mendapat balasan perasaan tidak aman'.
Manusia jika ingin hidup lebih bahagia, terlebih dahulu harus mempunyai sifat belas kasih terhadap orang lain. Memberikan lebih banyak belas kasih akan memperoleh lebih banyak berkah. Membuang lebih banyak keterikatan hati, akan menjadi lebih bijaksana. (Erabaru/ hui)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar