Minggu, 11 Juli 2010

Menghadapi Kesalahan

maaf

Ada sebuah perkataan Tiongkok :”Dewa Langit menambahkan dua buah tas perjalanan bagi kita, yang satu berisikan kesalahan kita sendiri, diletakkan di belakang punggung kita; yang satu bermuatan penuh dengan kesalahan orang lain, diletakan di depan tubuh kita.” Maka dari itu, manusia selalu hanya bisa melihat serta menunjuk kekurangan orang lain, namun acap kali tidak bisa menyadari kesalahan diri sendiri.


Oleh karena semua orang memiliki “titik buta” ini maka kita seharusnya lebih berterima kasih pada orang lain yang telah menunjukkan kesalahan kita. Sama seperti kesadaran yang dimiliki Zi Lu (salah satu murid Konghucu) yaitu “mendengar kritikan atas kesalahan sendiri justru berbahagia”, guru besar opera, Mei Erfang, juga pernah mengatakan, “Orang yang mengungkap kesalahan saya adalah guru saya.” Lalu Yan Hui dalam karyanya “kesalahan tidak dua kali” juga telah menjadi teladan bagi mereka yang mengubah diri setelah menyadari kesalahannya. Meskipun prinsip ini sangat mudah dipahami, tapi di saat menghadapi kesalahan, dibutuhkan suatu keberanian yang sangat besar untuk menerimanya.


Membuka catatan harian saya yang diberi judul “Mengingat Kembali”, saya kibaskan debu tebal yang menempel di atasnya. Lalu saya melihat seorang gadis angkuh yang tidak berani menghadapi kesalahannya. Peristiwa itu terjadi di kelas enam SD, waktu itu terjadi suatu kesalahpahaman, teman terbaik saya telah merusak benda yang paling saya senangi, sehingga telah menyebabkan saya marah dan tidak mau berbicara dengannya dalam jangka waktu yang lama. Kemudian saya menyadari bahwa saya telah salah paham terhadapnya. Namun rasa harga diri saya yang sangat tinggi hingga menyebabkan saya tidak sanggup mengesampingkannya untuk mengatakan :”Maaf, saya yang tidak memastikannya terlebih dahulu sehingga salah paham terhadap dirimu.”


Saya yang tidak tahu bagaimana harus membuka mulut, hati saya terus meronta ibarat dicambuk oleh ratusan pecut, sakitnya sungguh tidak terperikan.


Malam itu sebelum tidur, seperti biasanya saya mengucapkan selamat malam pada ayah dan ibu, mendadak ibu bertanya pada saya, mengapa sewaktu makan malam tadi saya kelihatan murung? Saat itu, saya yang masih bimbang dan ragu karena tidak tahu bagaimana harus membuka mulut untuk meminta maaf, dengan jujur menceritakan semua perbuatan saya itu pada ibu. Selesai bercerita, ibu hanya tersenyum dan berkata pada saya, “Hadapilah kesalahan itu! Gunakanlah cara yang menurutmu terbaik, percayalah dengan pengalaman kali ini, kamu akan menjadi lebih dewasa.” Seketika itu juga saya tahu kabut yang merundung hati saya telah berangsur-angsur sirna, saya tidak lagi bimbang dan ragu. Jika saya tidak berani menghadapi kesalahan ini, maka saya akan kehilangan seorang teman yang paling akrab. Maka dari itu, terpikirkan oleh saya untuk menggunakan kata-kata yang sederhana untuk menambal keretakan di antara kami, dan mendapatkan kembali suatu persahabatan yang mungkin telah hilang. Dengan pengalaman kali ini, saya semakin memahami arti penting dari menghadapi kesalahan . Hingga kini saya dan dia kembali akrab seperti sedia kala.


“Setiap kegagalan merupakan suatu undangan, mengajak kita memulai lagi satu langkah awal.” Jika kita merasa beruntung karena telah menghindar dari kesalahan, itu berarti kita telah kehilangan suatu kesempatan untuk menjadi dewasa. ”Manusia bukan orang suci, tak mungkin bebas dari kesalahan.” Makna yang terkandung dalam perkataan ini, bukanlah mencari alasan atas kesalahan yang telah kita perbuat, melainkan mengajak kita agar lebih mawas diri dalam menghadapi kesalahan. Adalah menjadi pemenang pada akhirnya. (Erabaru/hui)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar